Minggu, 22 Oktober 2023

 

Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh manusia untuk mengembangkan potensi  yang ada pada diri manusia itu sendiri. Berbicara masalah pendidikan maka kita tidak akan terlepas dari membicarakan masalah kurikulum.  Penyusunan kurikulum haruslam mengacu pada apa yang dibutuhkan oleh manusia itu sendiri[1]



[1] Firdaus, F. (2020). Manusia dan Kurikulum Pendidikan dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam (Sebuah Kajian Aksiologis). Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah, 5(2), 106-115.

Senin, 18 Agustus 2014



MENUJU KEKEMULIAAN SYAWAL
Tanpa terasa Romadhan akan meninggalkan kita. Bulan yang penuh berkah, rahmah dan di dalam bulan itu pula Allah menjanjikan mengampuni segala dosa- hamba-hambanya yang ingin bertaubat dan mensucikan diri dari segala dosa-dosanya dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Mereka itulah orang-orang yang beruntung, dapat menggunakan fasilitas-fasilitas yang diberikan Allah dalam rangka membersihkan diri dan mencapai derajat taqwa disisi Allah swt.
Orang-orang seperti inilah yang layak untuk merayakan kemenangan disaat Syawal akan tiba. Mereka yang gigih dalam menenpa diri untuk mendapatkan ampunan Allah swt dan juga keridloan dari zat Yang Maha Agung. Penempaan diri yang dilakukan pada bulan Romadhon tidak lain hanya ingin meningkatkan kualitas ruhiyah dihadapan Allah swt.
Bulan Syawal telah tiba. Satu pertanyaan bagi kita. Apakah kita layak untuk merayakan bulan kemenangan tersebut. Sedangkan disaat bulan Romadhan tidak ada amalan dan usaha-usaha yang kita lakukan dalam rangka meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita. Bahkan terkadang ibadah puasa yang kita lakukan hanya sebatas agar identitas muslim yang ada pada diri kita tidak hilang.
Romadhon kita, sepi dari qiroatul quran, jauh dari dzikir, lalai dalam berinfaq, malas untuk bertaubat dan kita ganti dengan kesibukan-kesibukan dunia yang tidak ada habisnya. Sehingga kita semua terbuai, dan pada akhirnya  kita meninggalkan romadhoan dengan sia-sia.
Mudik yang selalu kita persiapkan. Akan tetapi kita lupa untuk mempersiapkan mudik yang sebenarnya. Mudik atau pulang kekampung akhirat yang kekal dan abadi tidak pernah kita persiapkan. Adakah kita menimbang-nimbang sejauh mana persiapan kita untuk menjumpai Allah Zat yang Maha Mulia. Adakah ketakutan yang kita rasakan seandainya Allah tidak menerima amalan-amalan kita selama ini. Adakah terlintas dalam hati kita ketika nanti kita akan digiring keneraka Allah karena rasa acuh kita terhadap kampung akhirat yang kekal dan abadi.
Bulan Syawal akan tiba. Pada hari itu seluruh umat Islam bertakbir, bertahlil dan bertahmid. Takbir adalah membesarkan Allah. Pengakuan dari seorang hamba atas kebesaran Rabbnya. Seorang hamba yang telah bertakbir, maka dia harus meninggalkan pakaian-pakaian kesombongan yang melekat pada dirinya. Menyerahkan kesombongan tersebut kepada Allah, karena hanya dia yang berhak untuk sombong, dia penguasa alam semesta ini.
Bagi manusia tidak ada waktu untuk menyombongkan diri. Kita adalah makhluk yang lemah dan hina. Manusia harus menyadari asal usul kejadiannya. Yang mana manusia diciptakan Allah dari air yang hina, air yang menjijikkan yaitu setetes mani.
Kesombongan tidak akan berbuah kebaikan, bagaimana Allah swt menghancurkan Firaun, Allah menenggelamkan  umat Nabi Nuh, membumi hanguskan umat Luth, hal tersebut tidak lain karena kesombongan yang ada pada mereka yang tidak mau tunduk kepada Allah.mengenai kesombongan ini Rasulullah bersabda “ tidak akan masuk surga barang siapa didalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi “.
Hadist Rasulullah saw harusnya menjadi suatu tamparan bagi kita, agar kita sadar betapa besarnya rasa sombong dan egois yang ada pada diri. Kita sombong  terhadap Allah swt dengan tidak mematuhi perintah-perintah Allah. Dan kita menyombongkan diri dihadapan manusia karena keutamaan-keutamaan yang diberikan Allah kepada kita.
Bulan syawal adalah bulan sillaturrahmi. Pada bulan ini umat muslim saling kunjung mengunjungi, saling memaafkan, memperkuat kembali jalinan persaudaraan yang diikat oleh Iman dan Islam. Pada saat kedua insan bertemu, berjabat tangan diikuti dengan hati yang yang menyatu, maka berguguranlah dosa orang tersebut. yang tinggal hanyalah rasa kasih sayang dan rasa saling cinta mencintai karena Allah swt. Karena kesalahan yang pernah kita lakukan hanya akan terhapus dengan meminta maaf kepada orang yang bersangkutan.
Adapun  manusia yang tetap pada kesombongan dan keangkuhan, enggan untuk menyambung persaudaraan dan memutuskan sillaturrahmi maka ingatlah apa yang pernah disabdakan oleh Rasulullah saw “ Tidak akan masuk surga seorang pemutus,  yaitu pemutus sillaturrahmi “ (HR Bukhari Muslim). Dalam Hadisnya yang Lain Rasulullah Bersabda : “ Tidak ada dosa yang pantas untuk disegerakan balasannya  bagi para pelakunya di dunia ini- disamping dosa yang disimpan  untuknya diakhirat- daripada perbuatan Zholim (melampaui Batas) dan memutuskan tali silaturrahmi”. HR Abu Daud, At tirmidzi, dan Ibnu Majah.
Dengan memperhatikan hadist diatas, masihkah kita mempertahankan rasa egois kita, dengan enggan menyambung sillaturrahmi dan enggan meminta ataupun memberi maaf kepada orang lain. Atau kita biarkan hati kita menjadi keras karna kesombongan yang ada pada diri kita tersebut. Sangat rugilah orang yang jauh dari hidayah Allah swt.
Bulan Syawal adal bulan pembuktian, pembuktian bagi diri kita masing-masing apakah  pendidikan  yang diberikan oleh Allah swt berhasil pada diri kita. Ataukah pendidikan tersebut hanya singah dan akan pergi begitu saja dari kehidupan kita. Pada bulan ini kita dapat mengukur sejauh mana peningkatan-peningkatan dari segi ruhiyah. Apa bila terjadi peningkatan dari segi ruhiyah berarti kita sudah melakukan suatu revolusi  pada diri kita yaitu revolusi ruhiyah.
Dan seandainya tidak ada peningkatan apapun dari segi Iman dan taqwa. Maka kita termasuk salah seorang yang disabdakan oleh Rasulullah saw : “ berapa banyak orang yang melakukan ibadah puasa, tapi dia tidak mendapatkan apa-apa kecuali rasa lapar dan dahaga “ .
Alangkah ruginya diri ini, berpuluh tahun bersua dengan bulan yang agung, akan tetapi tidak  tidak mendapatkan apa-apa dari keutamaan Romadhan tersebut kecuali lapar dan dahaga.
Didikan yang diberikan oleh Allah dibulan Romadhan hendaknya dapat kita terapkan diluar bulan Romadhon. Dan ini menjadi salah satu indikator bahwasannya Romadhan yang kita lakukan tersebut berpengaruh bagi iman dan taqwa kita.
Bulan Syawal adalah bulan yang fitri, umat Islam merayakan hari raya idul fitri. Akan tetapi masih banyak saudara- saudara kita tidak mampu bergembira karena keterbatasan kemampuan mereka. Masih banyak anak-anak yatim yang tidak dapat bergembira karena nasib yang menimpa mereka. Untuk itu bagi orang muslim sudah menjadi tanggung jawab bagi seorang muslim untuk dapat menggembirakan  mereka, seperti apa  ayang telah dilakukan oleh Baginda Rasulullah saw yang diriwayatkan  dai  Anas bin Malik r.a.  dari Nabi saw “
“ Bahwa sesungguhnya Baginda Nabi keluar untuk menunaikan solat hari raya, sedangkan anak-anak tengah bermain dilapangan. Diantara anak-anak itu terdapat seorang anak yang duduk dihadapan mereka dan memakai pakaian  bekas sambil menangis “
Baginda bersabda kepada anak itu “ Hai  anak, mengapa engkau menangis dan tidak bermain bersama mereka?” Anak itu tidak mengenali baginda, anak kecil itu menjawab,” Wahai paman, Ayah saya telah meninggal dunia  dihadapan Rasulullah saw dalam peperangan, lalu ibu saya kawin dan memakan harta saya , sedangkan ayah tiri saya mengusir saya dari rumah saya sendiri, maka saya tidak mempunyai makanan dan minuman, pakaian dan rumah. Dan ketika saya melihat kawan-kawan pada hari ini, sedangkan mereka  semua mempunyai ayah, maka saya teringat ayah saya, oleh sebab itulah saya menangis”.
“ Rasulullah saw memegang anak itu dengan tangannya seraya berkata:”Maukah engakau aku sebagai ayahmu, Aisyah sebagai ibumu, Ali sebagai pamanmu, Hasan dan Husein sebagai saudara laki-lakimu dan Fatimah sebagai saudara perempuanmu?” Anak kecil itupun tahu dan menjawab “Mengapa saya tidak mau ya Rasulullah ?”
“Maka dibawa oleh Nabi anak itu kerumah. Lalu diberikan pakaian yang bagus, diberi makan sehingga kenyang dan dihiasi dengan dan diberi dengan wangi-wangian.”
“ Maka anak itu keluar dengan tertawa gembira. Ketika kawan-kawannya melihat mereka berkata kepadanya :” Sebelum ini kamu selalu menangis, mengapa sekarang kamu bergembira? “ Dia menjawab :” Saya sebelum ini lapar, sekarang sudah kenyang,saya tai tidak berpakaian, sekarang berpakaian, saya tadinya anak yatim, sekarang Rasulullah sebagai ayahku, Siti Aisyah Ibuku, Ali menjadi Pamanku, dan Siti Fatimah Menjadi saudara perempuanku, bagaimana saya tidak bergembira ?”
Suatu contoh yang sangat mahal yang diberikan oleh Rasulullah kepada kita semua, yaitu membahagikan anak yatim. Bagaiman dengan hati  kita. Berapa banyak rezki yang diberikan Allah kepada kita, adakah terlintas dalam diri kita untuk mencontoh apa yang dilakukan oleh Baginda Rasulullah saw. Ataukah kita termasuk dari orang-orang yang mendustakan agama ?
Dibulan Syawal terdapat suatu amalan yang dilakukan oleh Rasulullah saw yang sering kita namakan dengan puasa Syawal, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW “ Barang siapa yang berpuasa penuh dibulan Romadhon, lalu diikuti dengan  dengan puasa enam hari dibulan Syawal, maka pahalanya seperti ia berpuasa satu tahun” (HR. Muslim).
Bulan syawal bukanlah bulan sebebas-bebasnya bagi kita. Tapi bulan Syawal merupakan bulan peningkatan dan juga bulan bertambahnya iman dan taqwa karena kita telah didik oleh Zat yang Maha Agung. Wallahu a’lamu.



Rabu, 05 Maret 2014

Membangun Karakter Melalui Metode Pendidikan yang Influentif



Membangun  Karakter Melalui Metode Pendidikan Yang Influentif
Firdaus
Dosen Pendidikan Agama Islam FKIP UIR
Banyak metode pendidikan yang berkembang pada saat ini. Pada dasarnya semua metode yang ditelurkan oleh para ahli pendidikan adalah baik. Akan tetapi yang perlu kita sadari adalah  metode pendidikan tidak hanya bertujuan untuk menjadikan anak cerdas secara kognitif semata. Lebih dari itu para pendidik juga harus memperhatikan karakter yang dihasilkan dari suatu pendidikan.  Dalam mendidik sahabatnya Rasulullah menggunakan metode-metode, diantara metode pendidikan Rasulullah adalah 1. Metode pendidikan dengan teladan, 2. Metode pendidikan dengan adat kebiasaan. 3. Metode Pendidikan dengan Nasehat. 4. Metode pendidikan dengan memberikan perhatian. 5. Metode Pendidikan dengan memberikan hukuman. Metode-metode diharapkan dapat membangun karakter peserta didik kita. Karna dengan metode seperti inilah Rasulullah saw dapat membentuk suatu generasi yang baik, generasi yang pernah menguasai  dua pertiga dunia.
Kata Kunci : Karakter,  Metode Pendidikan yang Influentif

                       


Pendahuluan
            Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat urgen dalam kehidupan manusia. Oleh  karena itu, maka manusia yang memiliki tugas untuk mendidik sudah sepantasnya mencari alternati-alternatif pendidikan yang baik. Dalam kegiatan mendidik tentu saja para pendidik banyak menggunakan metode.
            Metode yang diterapkan oleh para pendidik pasti mempunyai tujuan yang luhur, salah satunya adalah  membentuk kepribadian pada anak didik dan menanamkan akhlaq mulia.
Suatu pendidikan yang dilakukan dengan sadar akan mencari dan mencari berbagai metode yang lebih efektif, mencari kaidah-kaidah pendidikan yang influentif dalam mempersiapkan anak  secara mental dan moral, saintikal, spiritual dan sosial. Hal ini dilakukan oleh seorang guru dengan tujuan agar dalam perkembangannya  anak didik tersebut dapat mencapai kematangan yang sempurna.
            Dalam pendidikan Islam, Rasulullah telah  mendidik sahabat-sahabatnya  dengan menerapkan  beberapa metode. Yang mana metode yang diterapkan oleh Rasulullah tersebut  teruji dan terbukti berhasil dalam  membentuk aqidah, akhlaq dan moral para sahabat. Sehingga generasi pertama yang ditempa langsung dari tangan Rasulullah saw adalah sebaik-baik generasi. Generasi pertama itu pulalah yang dapat menaklukkan  dua pertiga dari dunia ini. Bahkan dari generasi tersebut ada yang dijamin oleh Allah masuk surga tanpa melalui hisab.
            Demikian dahsyatnya metode yang diciptakan Rasul dalam  rangka membentuk generasi yang memiliki aqidah, akhlaq, dan moral yang tertinggi. Suatu aqidah, akhlaq, moral yang tidak ada tandingannya dipermukaan bumi ini dan meninggalkan suatu peradaban yang  sulit untuk dicari tandingannya dialam semesta ini.
            Sebagai umat Rasulullah saw, sudah selayaknya kita mencontoh seluruh gerak tindak perbuatan beliau. Karena Allah swt mengutus beliau untuk dijadikan contoh dan suri tauladan. Demikian pula halnya dalam bidang pendidikan, disaat orang berbangga dengan teori-teori mereka dalam pedidikan, mengapa kita tidak bangga dengan teori yang diajarkan oleh Rasulullah saw kepada kita. 
A.    Metode Influintif
Metode influintif adalah suatu metode yang digunakan untuk mendorong adanya aksi dari anak didik yang pada akhirnya akan menimbulkan tindakan dari anak didik tersebut.
Metode ini digunakan oleh Rasulullah saw dalam mendidik para sahabatnya. Metode yang digunakan Rasulullah saw ternyata memiliki tingkat keberhasialan yang tinggi. Keberhasilan tersebut dapat kita lihat dari akhlaq dan komitmen para sahabat digenerasi pertama terhadap ajaran Islam.
Disebutkan diatas bahwa metode influintif mengarahkan anak agar anak didik tersebut dapat menimbulkan tindakan positif dari pengalaman-pengalaman pendidikan yang telah mereka dapati. Tentu saja metode ini merangsang anak untuk selalu dapat berbuat baik dan menginternalisasikan nilai-nilai yang telah didapatinya dalam pengalaman belajar.


B.     Macam-macam metode Pendidikan  yang  influintif
Abdullah Nasih Ulwan, dalam bukunya Tarbiyatul Au laad  menjelaskan, ada beberapa metode influintif yang digunakan oleh Rasulullah saw dalam mendidik, diantara metode-metode yang belian gunakan adalah :
1.      Metode Pendidikan dengan Suri Tauladan
Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari selalu menunjukkan akhlaq yang baik dihadapan para sahabatnya. Inilah salah satu cara Nabi dalam mempengaruhi para sahabat untuk selalu berakhlaq baik dimana saja dan kapan saja.
Metode suri tauladan atau pemberian contoh  terhadap anak didik sangat-sangat berpengaruh  terutama mereka yang  belum mampu untuk berpikir kritis (Hamdani Ihsan :2007:182) . Sehingga dengan adaanya contoh ataupun suri tauladan yang baik akan dapat mempengaruhi perbuatan sehari-hari mereka.
Disinilah peran sentral bagi guru, bagaimana guru tersebut harus selalu menampilkan akhlaq yang terpuji dihadapan anak didiknya. Selain itu guru harus selalu menjaga kepribadiannya dihadapan anak didiknya. Guru tidak akan dapat memberikan suri tauladan yang baik jika guru tersebut tidak memiliki kepribadian yang baik pula.
Kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasial guru  sebagai pengembang sumber daya manusia (Muhubbinsyah:2010:225).  Kepribadian dan prilaku guru juga memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan mental pada anak (Sudarwan Danim:2010:157). Hal tersebut disebabkan karena guru berperan sebagai pembimbing dan pembantu bagi anak didiknya, guru juga  dijadikan sebagai panutan bagi anak-didiknya.
Pada dasarnya  perubahan prilaku yang dapat ditunjukkan oleh peserta didik  harus dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh seorang guru. Atau dengan kata lain guru memberi pengaruh terhadap perubahan prilaku peserta didik (Hamzah B Uno: 2008:17).
Ketika guru menginginkan anak didiknya tumbuh dalam kejujuran dan menjauhkan dari sifat-sifat yang tercela, maka hendaknya guru tersebut memberikan tauladan yang baik dari diri mereka sendiri. Dengan demikian anak akan mengambil suatu kesimpulan bahwa berakhlaq baik merupakan kewajiban semua orang bukan hanya dirinya sebagai peserta didik.
Kepribadian, akhlaq  yang dimanisfestasikan dalam ikutan yang baik, keteladanan yang baik adalah faktor terpenting dalam upaya memberikan pengaruh terhadap hati dan jiwa. Dan inilah merupakan hal yang terpenting dalam menanamkan karakter dan akhlaq yang baik bagi anak didik kita.

2.      Metode Pendidikan Dengan Adat Kebiasaan.
            Menurut Abdullah Nasih Ulwan, pembiasaan adalah upaya praktis dan pembentukan  (pembinaan) dan persiapan (Abdullah Nasih Ulwan:1988:29). Dapat kita artikan bahwa pendidikan melalui pembiasaan adalah mendidik anak untuk langsung mempraktekkan dari pengalaman-pengalaman belajar yang telah mereka dapati. Maka disinilah peranan pendidik untuk memusatkan perhatian pada pengajaran anak-anak tentang kebaikan dan upaya membiasakannya sejak ia mulai memahami realita kehidupan ini.
            Menurut Muhibbinsyah, Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada (Muhibbin Syah:2010:121). Menurut Burghardt menyatakan bahwa kebiasaan itu timbul karena proses penyusunan  kecendrungan  respons dengan dengan menggunakan stimulasi yang berulang-ulang. Dalam proses belajar, pembiasaan juga meliputi pengurangan prilaku yang tidak diperlukan (Tohirin: 2005:96).
            Pembiasaan merupakan tindakan awal yang dapat dilakukan dalam pendidikan (Uyoh Syadullah: 2010:121). Anak kecil belum menyadari apa yang  dikatakan baik dan buruk dalam arti susila, anak juga belum mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan oleh orang dewasa, akan tetapi dia mempunyai hak untuk  mendapatkan pendidikan. Maka orang tua  harus dapat membiasakan anak-anaknya dengan hal-hal yang baik, seperti bertutur kata dengan sopan, menghormati orang yang lebih tua sehingga anak terbiasa dengan hal-hal yang baik.
Belajar dangan kebiasaan harus diikuti dengan suri tauladan dan pengalaman-pengalaman khusus, yang memiliki tujuan agar siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu.
Menurut  Purwanto, yang dikutip oleh Uyoh Sadullah, ada beberapa kriteria yang  yang harus diperhatikan pendidik dalam menerapkan pembiasaan, diantaranya:
1.      Mulai pembiasaan sebelum terlambat, sebelum anak didik memiliki kebiasaan lain yang berbeda/berlawanan dengan hal-hal yang akan dibiasakan.
2.      Pembiasaan hendaknya dilakukan secara terus menerus, dilakukan secara teratur berencana sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang otomatis.
3.      Pendidik hendaknya konskuen. Bersikap tegas dan teguh dalam pendirian. Dan jangan memberi kesempatan kepada anak untuk mengingkari kebiasaan yang telah dilakukan.
4.      Pembiasaan yang awalnya mekanistis, harus menjadi kebiasaan yang disertai dengan kesadaran dan kata hati anak itu sendiri (Uyoh Sadullah: 2010:121).
Menurut Abdullah Nasih Ulwan,  menggunakan metode pembiasaan haruslah diikiuti dengan metode pemberian dorongan dengan kata-kata yang baik, pada kesempatan tertentu dan memberikan hadiah pada kesempatan yang lainnya. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa disaat anak telah melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik, maka seorang guru hendaknya menghargai apa yang telah dilakukan oleh anak didiknya dengan memberikan pujian ataupun hadiah kepada anak didiknya.
Hal ini dilakukan untuk menghargai anak, sekaligus menjadikan motivasi bagi anak didik untuk tetap terus melakukan perbuatan yang baik, sampai perbuatan yang baik tersebut menginternal dalam jiwa anak didik.
Pembiasaan yang baik yang dimulai dari anak usia dini akan menghasilkan generasi yang baik pula. Dimana dengan kebiasaan yang telah menginternal pada diri anak didik kita, kita jadikan modal untuk menciptakan generasi yang berkarakter kuat. Generasi yang mentauladani Nabi mereka, dan generasi yang takut terhadap penciptanya.
3.      Metode Pendidikan dengan Nasehat.
Al quran sebagai kitab umat suci umat Islam yang didalamnya terkandung banyak nasehat. Yang mana tujuan nasehat yang ada dalam alquran tersebut untuk kebaikan umat manusia itu sendiri
Nasehat memiliki suatu kekuatan  yang dapat membukakan mata-mata manusia, sekaligus mempengaruhi manusia untuk  berbuat baik dan bertaqwa kepada Allah swt. Maka tidak heran kalau kita mengkaji alquran, kita akan mendapatkan alquran menggunakan metode ini, yang berbicara kepada jiwa dan mengulangnya dalam berbagai tempat (Abdullah Nasih Ulwan :1988:65).
Dalam alquran terdapat ayat-ayat yang menjadikan metode nasehat untuk menyampaikan tujuan dalam berdakwah. Terkadang ayat tersebut memberikan nasehat kepada kita untuk bertaqwa, beriman kepada Allah, mengerjakan kebaikan, meninggalkan kemungkaran dengan redaksi-redaksi yang berisikan nasehat.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa metode nasehat dalam quran mempunyai kepentingan yang sangat besar dalam upaya pendidikan jiwa pada kebaikan, dan mengantarkan kepada kebenaran dan membimbingnya pada petunjuk.
Dalam dunia pendidikan, nasehat sangatlah penting dilakukan oleh para pendidik. Pendidik haruslah memiliki perasaan peka terhadap hal-hal yang tidak baik  apabila dilakukan oleh anak didiknya. Kepekaan pendidik tersebut dibuktikan dengan nasehat kepada anak didik yang melakukan penyimpangan tersebut.
Selain itu antara personal guru dengan guru juga harus saling nasehat menasehati agar terciptanya suatu lingkungan pendidikan yang saling peduli baik antara guru dengan anak didiknya ataupun antara guru dengan teman sejawatnya. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah saw dalam sabda beliau : “ Agama (Islam) adalah nasehat” Kami bertanya, Nasehat baik siapa ?  Jawab Rasulullah saw, “Nasehat baik Allah, Kitab Nya, Rasul Nya, para pemimpin  kaum muslimin dan kaum awamnya”.
Rasulullah saw telah mencurahkan perhatian yang besar terhadap masalah nasehat, dan Rasulullah pun mengarahkan para pendidik untuk banyak memberikan nasehat kepada anak didiknya . sehingga dengan nasehat yang dilakukan pendidik terhadap anak didiknya  akan memiliki pengaruh dan meninggalkan bekas  kepada anak didik dan pada akhirnya terciptanya akhlaq yang dicintai oleh Allah swt.
Pendidik yang banyak memberikan nasehat yang berguna untuk anak didiknya menunjukkan adanya hubungan emosional yang kuat antara pendidik dan siterdidik. Hal itu juga merupakan modal dasar bagi pendidik untuk  menjalin keakraban.
Disaat keakraban  telah terjalin dan hubungan emosional menjadi baik, maka pada saat itulah anak didik akan merindukan nasehat dari orang yang sudah menjadi figur dalam kehidupannya.
Jika suasana pendidikan seperti dapat diciptakan oleh seorang guru, maka akan mudahlah bagi guru tersebut untuk mengiring anak didiknya untuk menginternalisasikan nilai-nilai pada diri anak didiknya.
Dalam memberikan nasehat, kepada pendidik ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya adalah
1.      Dalam memberikan nasehat pada saat-saat tertentu hendaklah diselingi dengan canda. Hal ini bertujuan untuk menghindari kejenuhan anak didik dan sekaligus membangun keakraban antara pendidik dengan anak didiknya. Dalam memberikan gurauan atau canda hendaknya tidak melampaui batas sehingga menghilangkan makna dari nasehat yang kita berikan terhadap anak didik tersebut.
2.      Hendaklah memberikan nasehat dengan kata-kata jelas dan sederhana. Nasehat dengan mengunakan kata-kata yang sulit untuk dicerna dan cendrung berbelit-belit akan menjadikan anak didik jenuh dalam mendengarkan nasehat tersebut. Maka para pendidik hendaklah menggunakan kata-kata sederhana yang mudah untuk dicerna. Hal ini menghindari kebosanan anak didik dalam mendengarkan nasehat dari gurunya. Rasulullah disaat memberikan nasehat untuk para sahabatnya beliau menggunakan kata-kata yang sederhana sehingga para sahabat mudah untuk mencerna kata-kata beliau.
3.      Berilah nasehat dengan diikuti oleh perumpamaan-perumpamaan. Dengan memberikan perumpamaan-perumpamaan yang jelas, anak didik akan lebih tertarik dengan nasehat tersebut. Sehingga nasehat yang diberikan guru tidak hanya sebatas verbalitas semata, akan tetapi lebih konkrit dan dapat difahami anak.
4.      Nasehat dengan memperagakan Gambar (Abdullah Nasih Ulwan:1988:113)
Gambar merupakan alat bantu untuk lebih memahamkan anak terhadap apa yang disampaikan kepada mereka. Hal seperti pernah dilakukan oleh Rasulullah saw, seperti yang diriwayatkan oleh Jabir Berkata : “Kami duduk bersama Rasulullah saw lalu beliau membuat garis seperti ini didepannya, lalu bersabda :”Ini adalah jalan Azza wa Jalla, “ sedangkan dua garis pada sisi kanannya dan dua garis pada sisi kirinya, beliau bersabda: “Ini adalah jalan syetan”, kemudian beliau meletakkan tangannya pada garis hitam, lalu membaca ayat :” Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus,maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya, yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertaqwa “.
Dari apa yang diperbuat oleh Rasulullah saw diatas jelaslah bagi kita bahwa Rasulullah memberikan nasehat kepada para sahabatnya, akan tetapi Rasul mengikuti nasehat tersebut dengan media yang lain dengan menggunakan gambar. Dan apa yang disampaikan Rasul  akan mudah dimengerti dan difahami oleh  para sahabat.

4.      Pendidikan Dengan Perhatian
Yang dimaksud dengan pendidikan dengan perhatian adalah mencurahkan, memperhatikan, dan senantiasa selalu mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan aqidah dan moral (Abdullah Nasih Ulwan: 1988:123 ). Memperhatikan anak merupakan salah satu dari sekian banyak yang harus diperhatikan oleh pendidik.
Islam yang memiliki ajaran yang universal memerintahkan kepada seluruh pendidik untuk selalu memperhatikan perkembangan peserta didik. Hal tersebut perlu untuk dilakukan agar pendidik tidak salah dalam mengambil tindakan kepada anak didiknya.
Lebih dari itu, pendidik juga harus memperhatikan anak didiknya dari segi akhlaq dan juga moral anak. Anak yang tidak pernah diperhatikan dalam masalah akhlaq dan moral, maka anak tersebut akan melakukan hal-hal dan perbuatan yang tidak terpuji.
Dalam hadistnya Rasulullah saw pernah bersabda : “ Ajarilah anak shalat ketika dia berusia tujuh tahun,  dan jika pada usia sepuluh tahun ia enggan mendirikan shalat, maka pukullah”.
Hadis ini menunjukkan bahwa Rasul berpesan kepada seluruh pendidik untuk memperhatikan anak didiknya. Pendidik harus memperhatikan anak didiknya, tentang tahap-tahap yang dilalui anak didik dalam kehidupannya, sehingga pendidik bisa mengajarkan dan juga membimbing apa seharusnya yang harus dilakukan anak didiknya.
Selain itu pendidik juga harus memperhatikan anak didiknya dari sisi psikologis. Disaat anak didik murung, diam dan kurang bergairah dalam mengikuti pelajaran, maka pendidik yang baik harus memberikan respon positif untuk anak didiknya.
Perhatian yang seperti inilah yang diinginkan oleh anak didik. Anak didik merasa ada tempat dia mengadukan permasalahan-permasalahan, sehingga permasalahan yang dialami anak tersebut tidak berkepanjangan dan mengganggu konsentrasinya dalam belajar.
Yang jelas bagi kita sebagai pendidik ada dua perhatian menjadi titik tekan pada anak didik kita. Pertama    perhatian kita terhadap masalah dien.  Kedua  perhatian kita terhadap  kebahagiaan anak didik kita dalam mengarungi kehidupan dunia.
Perhatian guru terhadap anak didiknya juga merupakan suatu kontrol bagi anak didik tersebut. Guru harus memperhatikan isi tas yang dibawa anak didiknya. Adakah didalam tas tersebut berisikan buku-buku yang tidak layak dikonsumsi oleh anak didik. Adakah didalam tas tersebut alat-alat yang bisa digunakan untuk berbuat kekerasan dan lain sebaginya.
Dengan adanya perhatian seperti itu, anak akan selalu merasa terawasi dan mempersempit peluang bagi anak untuk melakukan hal-hal yang kurang baik.
Disaat guru acuh terhadap anak didik, maka anak didik akan leluasa berbuat hal-hal yang dilarang oleh agama ataupun melanggar norma. Apabila kita membiarkan hal ini terjadi maka kita telah membuka peluang sebesar-besarnya bagi anak didik untuk berprilaku yang tidak baik.
Menurut Abdullah Nasih Ulwan, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan oleh pendidik :
1.      Perhatian dalam pendidikan sosial
2.      Perhatian dalam memperingatkan yang haram.
3.      Perhatian dalam pendidikan moral.
4.      Perhatian dalam pendidikan spiritual.
5.      Perhatian dalam pendidikan jasmani.(Abdullah Nasih  Ulwan: 1988: 127-129)



5.      Pendidikan Dengan Memberi Hukuman.
Menghukum, menurut Langeveld seperti yang dikutip oleh Uyoh Sadullah adalah suatu perbuatan dengan sadar, sengaja menyebabkan penderitaan bagi seseorang  biasanya yang lebih lemah, dan dipercayakan kepada pendidik untuk dibimbing dan dilindungi, dan hukuman tersebut diberikan dengan maksud anak benar-benar merasakan penderitaan tersebut ( Uyoh Sadullah: 2010: 124).
Hukuman dalam pendidikan bukan hanya terbatas pada hukuman fisik. Sebagian orang apabila mendengar kata hukuman maka akan berkonotasi pada hukuman fisik. Tujuan pemberian hukuman adalah agar anak tidak mengulangi perbuatan tersebut.
Seorang pendidik dalam memberikan hukuman kepada anak didik haruslah melihat kondisi psikologis dari anak didik tersebut. Seorang anak didik yang bisa menyadari kesalahannya hanya dengan pandangan dari seorang guru, maka guru tersebut tidak perlu melakukan hal-hal yang lebih dari itu.
Yang jelas hukuman yang diberikan guru kepada anak didiknya harus ada manfaat baik secara psikologis ataupun secara pedagogis.
Dari segi psikologis, hukuman diharapkan dapat merubah anak dari yang tidak baik menjadi anak yang berprilaku baik. Adapun dari segi pedagogis hendaklah hukuman tersebut menunjang pelajaran-pelajaran bagi anak anak didik.
Terkadang guru memberikan hukuman kepada anak didiknya, akan tetapi hukuman tidak bermanfaat bahkan merugikan anak didik itu sendiri. Seperti guru menyuruh anak didiknya yang tidak membuat buat PR menulis “saya tidak akan mengulangi lagi “ sampai berpuluh-puluh halaman.
Hukuman ini tidak bermanfaat bagi anak didik bahkan merugikan anak didik itu sendiri. Karena anak didik yang seharusnya mengikuti pelajaran, akan tetapi dia harus menulis berpuluh-puluh halaman sebagai hukuman baginya. Hal seperti inilah yang kita katakan hukuman akan merugikan anak didik. Dan hukuman yang seperti ini tidak bermanfaat dari segi pedagogis.
Seorang guru dalam memberikan hukuman kepada anak didiknya hendaknya menunjukkan kesalahan dengan keramah tamahan ( Abdullah Nasih Ulwan:1988: 159) .Hal ini dilakukan agar anak didik tersebut mengetahui kesalahan dan tidak melakukan tindakan protes ketika mendapatkan hukuman dari gurunya. Ketidak puasan anak didik terhadap hukuman yang diberikan gurunya akan menjadikan hubungan antara pendidik dan anak didik tidak baik.
Ada beberapa persyaratan dalam memberikan hukuman untuk  anak didik, diantaranya adalah:
1.      Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta dan kasih sayang.
2.      Pemberian hukuman (hukuman fisik) harus didasarkan kepada alasan “keharusan” artinya sudah tidak ada alat pendidikan yang lain yang bisa dipergunakan. Artinya hukuman yang diberikan adalah alternatif terakhir.
3.      Pemberian hukuman harus menimbulkan kesan pada hati anak.
4.      Pemberian hukuman harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan pada diri anak.
5.      Pada akhirnya pemberian hukuman juga harus diikuti dengan pemberian ampun dan disertai dengan harapan dan kepercayaan (Amir Daen Indrakusuma : 1973 : 157 )
Inilah model pendidikan influentif   yang pernah diterapkan  oleh Rasulullah saw dalam mendidik sahabatnya. Model pendidikan seperti ini ternyata telah berhasil dalam mencetak generasi yang tangguh dari segi iman dan ilmu pengetahuan.
Pendidikan dengan ketauladanan akan menghasilkan anak yang memiliki sifat-sifat yang sempurna. Karena anak selalu disuguhkan hal-hal yang baik dalam kehidupannya.
Dengan pendidikan memberi nasehat, anak akan lembut hatinya dalam menerima kebaikan-kebaikan tanpa adanya suatu paksaan dari orang lain. Hati anak didik akan lembut, mudah untuk selalu melakukan hal-hal yang baik.
Pendidikan dengan perhatian akan menghasilkan anak didik untuk yang memiliki budi pekerti yang mulia, dan anak akan peka dengan situasi lingkungan sekitar. Karena selalu diperhatikan, maka anak juga akan meemperhatikan pula lingkungan sekitar.
Dan pendidikan dengan hukuman akan  menjadikan anak jera dan berhenti dari prilaku jelek. Hukuman juga akan menanamkan pada jiwa anak bahwa setiap kejahatan yang dilakukan pasti akan mendapatkan suatu hukuman.














Daftar Pustaka
Arifin, Muzayyin.(2010). Pedagogik (ilmu mendidik). Bandung: Alfabeta.
Danim, Sudarwan dan Khairil.(2010). Psikologi Pendidikan (Dalam Perspektif Baru).Bandung: Alfabeta.
Ihsan, Hamdani, dan Fuad Ihsan, (2007). Filsafat Pendidikan Islam. Bandung:Pustaka Setia.
Indrakusuma, Amir Daien. (1973), Pengantar Ilmu Pendidikan. Malang: IKIP Malang.

Muhibbinsyah, (2010). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung:Remaja Rosda Karya.
Sadulloh, Uyoh. (2010). Pedagogik (ilmu mendidik). Bandung: Alfabeta.
Tohirin. (2005). Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Uno, Hamzah B. (2007). Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Uhbiyati, Nur. (1999). Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Ulwan, Abdullah Nasih.(1988) Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam. Bandung: Asy-Syifa’.