Pendahuluan
Pendidikan
merupakan sesuatu yang sangat urgen dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, maka manusia yang memiliki tugas
untuk mendidik sudah sepantasnya mencari alternati-alternatif pendidikan yang
baik. Dalam kegiatan mendidik tentu saja para pendidik banyak menggunakan
metode.
Metode yang
diterapkan oleh para pendidik pasti mempunyai tujuan yang luhur, salah satunya
adalah membentuk kepribadian pada anak
didik dan menanamkan akhlaq mulia.
Suatu pendidikan yang dilakukan dengan sadar akan mencari dan
mencari berbagai metode yang lebih efektif, mencari kaidah-kaidah pendidikan
yang influentif dalam mempersiapkan anak secara mental dan moral, saintikal, spiritual
dan sosial. Hal ini dilakukan oleh seorang guru dengan tujuan agar dalam
perkembangannya anak didik tersebut
dapat mencapai kematangan yang sempurna.
Dalam pendidikan
Islam, Rasulullah telah mendidik sahabat-sahabatnya
dengan menerapkan beberapa metode. Yang mana metode yang
diterapkan oleh Rasulullah tersebut
teruji dan terbukti berhasil dalam membentuk aqidah, akhlaq dan moral para
sahabat. Sehingga generasi pertama yang ditempa langsung dari tangan Rasulullah
saw adalah sebaik-baik generasi. Generasi pertama itu pulalah yang dapat
menaklukkan dua pertiga dari dunia ini.
Bahkan dari generasi tersebut ada yang dijamin oleh Allah masuk surga tanpa
melalui hisab.
Demikian
dahsyatnya metode yang diciptakan Rasul dalam
rangka membentuk generasi yang memiliki aqidah, akhlaq, dan moral yang
tertinggi. Suatu aqidah, akhlaq, moral yang tidak ada tandingannya dipermukaan
bumi ini dan meninggalkan suatu peradaban yang
sulit untuk dicari tandingannya dialam semesta ini.
Sebagai umat
Rasulullah saw, sudah selayaknya kita mencontoh seluruh gerak tindak perbuatan
beliau. Karena Allah swt mengutus beliau untuk dijadikan contoh dan suri
tauladan. Demikian pula halnya dalam bidang pendidikan, disaat orang berbangga
dengan teori-teori mereka dalam pedidikan, mengapa kita tidak bangga dengan
teori yang diajarkan oleh Rasulullah saw kepada kita.
A.
Metode Influintif
Metode
influintif adalah suatu metode yang digunakan untuk mendorong adanya aksi dari
anak didik yang pada akhirnya akan menimbulkan tindakan dari anak didik
tersebut.
Metode
ini digunakan oleh Rasulullah saw dalam mendidik para sahabatnya. Metode yang
digunakan Rasulullah saw ternyata memiliki tingkat keberhasialan yang tinggi.
Keberhasilan tersebut dapat kita lihat dari akhlaq dan komitmen para sahabat
digenerasi pertama terhadap ajaran Islam.
Disebutkan
diatas bahwa metode influintif mengarahkan anak agar anak didik tersebut dapat
menimbulkan tindakan positif dari pengalaman-pengalaman pendidikan yang telah
mereka dapati. Tentu saja metode ini merangsang anak untuk selalu dapat berbuat
baik dan menginternalisasikan nilai-nilai yang telah didapatinya dalam
pengalaman belajar.
B.
Macam-macam metode Pendidikan
yang influintif
Abdullah
Nasih Ulwan, dalam bukunya Tarbiyatul Au laad menjelaskan, ada beberapa metode influintif
yang digunakan oleh Rasulullah saw dalam mendidik, diantara metode-metode yang
belian gunakan adalah :
1.
Metode Pendidikan dengan Suri Tauladan
Rasulullah
dalam kehidupan sehari-hari selalu menunjukkan akhlaq yang baik dihadapan para
sahabatnya. Inilah salah satu cara Nabi dalam mempengaruhi para sahabat untuk
selalu berakhlaq baik dimana saja dan kapan saja.
Metode
suri tauladan atau pemberian contoh
terhadap anak didik sangat-sangat berpengaruh terutama mereka yang belum mampu untuk berpikir kritis (Hamdani
Ihsan :2007:182) . Sehingga dengan adaanya contoh ataupun suri tauladan yang
baik akan dapat mempengaruhi perbuatan sehari-hari mereka.
Disinilah
peran sentral bagi guru, bagaimana guru tersebut harus selalu menampilkan
akhlaq yang terpuji dihadapan anak didiknya. Selain itu guru harus selalu
menjaga kepribadiannya dihadapan anak didiknya. Guru tidak akan dapat
memberikan suri tauladan yang baik jika guru tersebut tidak memiliki
kepribadian yang baik pula.
Kepribadian
adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasial guru sebagai pengembang sumber daya manusia (Muhubbinsyah:2010:225). Kepribadian dan prilaku guru juga memiliki
pengaruh yang besar terhadap perkembangan mental pada anak (Sudarwan
Danim:2010:157). Hal tersebut disebabkan karena guru berperan sebagai
pembimbing dan pembantu bagi anak didiknya, guru juga dijadikan sebagai panutan bagi anak-didiknya.
Pada
dasarnya perubahan prilaku yang dapat
ditunjukkan oleh peserta didik harus
dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh seorang guru.
Atau dengan kata lain guru memberi pengaruh terhadap perubahan prilaku peserta
didik (Hamzah B Uno: 2008:17).
Ketika
guru menginginkan anak didiknya tumbuh dalam kejujuran dan menjauhkan dari
sifat-sifat yang tercela, maka hendaknya guru tersebut memberikan tauladan yang
baik dari diri mereka sendiri. Dengan demikian anak akan mengambil suatu
kesimpulan bahwa berakhlaq baik merupakan kewajiban semua orang bukan hanya
dirinya sebagai peserta didik.
Kepribadian,
akhlaq yang dimanisfestasikan dalam
ikutan yang baik, keteladanan yang baik adalah faktor terpenting dalam upaya
memberikan pengaruh terhadap hati dan jiwa. Dan inilah merupakan hal yang
terpenting dalam menanamkan karakter dan akhlaq yang baik bagi anak didik kita.
2.
Metode Pendidikan Dengan Adat Kebiasaan.
Menurut Abdullah
Nasih Ulwan, pembiasaan adalah upaya praktis dan pembentukan (pembinaan) dan persiapan (Abdullah Nasih
Ulwan:1988:29). Dapat kita artikan bahwa pendidikan melalui pembiasaan adalah
mendidik anak untuk langsung mempraktekkan dari pengalaman-pengalaman belajar
yang telah mereka dapati. Maka disinilah peranan pendidik untuk memusatkan
perhatian pada pengajaran anak-anak tentang kebaikan dan upaya membiasakannya
sejak ia mulai memahami realita kehidupan ini.
Menurut
Muhibbinsyah, Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan
baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada (Muhibbin Syah:2010:121).
Menurut Burghardt menyatakan bahwa kebiasaan itu timbul karena proses
penyusunan kecendrungan respons dengan dengan menggunakan stimulasi
yang berulang-ulang. Dalam proses belajar, pembiasaan juga meliputi pengurangan
prilaku yang tidak diperlukan (Tohirin: 2005:96).
Pembiasaan
merupakan tindakan awal yang dapat dilakukan dalam pendidikan (Uyoh Syadullah:
2010:121). Anak kecil belum menyadari apa yang
dikatakan baik dan buruk dalam arti susila, anak juga belum mempunyai
kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan oleh orang dewasa, akan tetapi dia
mempunyai hak untuk mendapatkan
pendidikan. Maka orang tua harus dapat
membiasakan anak-anaknya dengan hal-hal yang baik, seperti bertutur kata dengan
sopan, menghormati orang yang lebih tua sehingga anak terbiasa dengan hal-hal
yang baik.
Belajar dangan kebiasaan harus diikuti dengan suri tauladan dan
pengalaman-pengalaman khusus, yang memiliki tujuan agar siswa memperoleh
sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan positif
dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu.
Menurut Purwanto, yang
dikutip oleh Uyoh Sadullah, ada beberapa kriteria yang yang harus diperhatikan pendidik dalam
menerapkan pembiasaan, diantaranya:
1.
Mulai
pembiasaan sebelum terlambat, sebelum anak didik memiliki kebiasaan lain yang
berbeda/berlawanan dengan hal-hal yang akan dibiasakan.
2.
Pembiasaan
hendaknya dilakukan secara terus menerus, dilakukan secara teratur berencana
sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang otomatis.
3.
Pendidik
hendaknya konskuen. Bersikap tegas dan teguh dalam pendirian. Dan jangan memberi
kesempatan kepada anak untuk mengingkari kebiasaan yang telah dilakukan.
4.
Pembiasaan
yang awalnya mekanistis, harus menjadi kebiasaan yang disertai dengan kesadaran
dan kata hati anak itu sendiri (Uyoh Sadullah: 2010:121).
Menurut
Abdullah Nasih Ulwan, menggunakan metode
pembiasaan haruslah diikiuti dengan metode pemberian dorongan dengan kata-kata
yang baik, pada kesempatan tertentu dan memberikan hadiah pada kesempatan yang
lainnya. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa disaat anak telah melakukan
kebiasaan-kebiasaan yang baik, maka seorang guru hendaknya menghargai apa yang
telah dilakukan oleh anak didiknya dengan memberikan pujian ataupun hadiah
kepada anak didiknya.
Hal ini
dilakukan untuk menghargai anak, sekaligus menjadikan motivasi bagi anak didik untuk
tetap terus melakukan perbuatan yang baik, sampai perbuatan yang baik tersebut
menginternal dalam jiwa anak didik.
Pembiasaan yang
baik yang dimulai dari anak usia dini akan menghasilkan generasi yang baik
pula. Dimana dengan kebiasaan yang telah menginternal pada diri anak didik
kita, kita jadikan modal untuk menciptakan generasi yang berkarakter kuat.
Generasi yang mentauladani Nabi mereka, dan generasi yang takut terhadap
penciptanya.
3.
Metode Pendidikan dengan Nasehat.
Al quran sebagai kitab umat suci umat Islam yang didalamnya
terkandung banyak nasehat. Yang mana tujuan nasehat yang ada dalam alquran
tersebut untuk kebaikan umat manusia itu sendiri
Nasehat memiliki suatu kekuatan yang dapat membukakan mata-mata manusia,
sekaligus mempengaruhi manusia untuk
berbuat baik dan bertaqwa kepada Allah swt. Maka tidak heran kalau kita
mengkaji alquran, kita akan mendapatkan alquran menggunakan metode ini, yang
berbicara kepada jiwa dan mengulangnya dalam berbagai tempat (Abdullah Nasih
Ulwan :1988:65).
Dalam alquran terdapat ayat-ayat yang menjadikan metode nasehat
untuk menyampaikan tujuan dalam berdakwah. Terkadang ayat tersebut memberikan
nasehat kepada kita untuk bertaqwa, beriman kepada Allah, mengerjakan kebaikan,
meninggalkan kemungkaran dengan redaksi-redaksi yang berisikan nasehat.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa metode nasehat dalam quran
mempunyai kepentingan yang sangat besar dalam upaya pendidikan jiwa pada
kebaikan, dan mengantarkan kepada kebenaran dan membimbingnya pada petunjuk.
Dalam dunia pendidikan, nasehat sangatlah penting dilakukan oleh
para pendidik. Pendidik haruslah memiliki perasaan peka terhadap hal-hal yang
tidak baik apabila dilakukan oleh anak
didiknya. Kepekaan pendidik tersebut dibuktikan dengan nasehat kepada anak
didik yang melakukan penyimpangan tersebut.
Selain itu antara personal guru dengan guru juga harus saling
nasehat menasehati agar terciptanya suatu lingkungan pendidikan yang saling
peduli baik antara guru dengan anak didiknya ataupun antara guru dengan teman
sejawatnya. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah saw dalam sabda beliau : “
Agama (Islam) adalah nasehat” Kami bertanya, Nasehat baik siapa ? Jawab Rasulullah saw, “Nasehat baik Allah, Kitab
Nya, Rasul Nya, para pemimpin kaum
muslimin dan kaum awamnya”.
Rasulullah saw telah mencurahkan perhatian yang besar terhadap
masalah nasehat, dan Rasulullah pun mengarahkan para pendidik untuk banyak
memberikan nasehat kepada anak didiknya . sehingga dengan nasehat yang
dilakukan pendidik terhadap anak didiknya
akan memiliki pengaruh dan meninggalkan bekas kepada anak didik dan pada akhirnya
terciptanya akhlaq yang dicintai oleh Allah swt.
Pendidik yang banyak memberikan nasehat yang berguna untuk anak
didiknya menunjukkan adanya hubungan emosional yang kuat antara pendidik dan
siterdidik. Hal itu juga merupakan modal dasar bagi pendidik untuk menjalin keakraban.
Disaat keakraban telah
terjalin dan hubungan emosional menjadi baik, maka pada saat itulah anak didik
akan merindukan nasehat dari orang yang sudah menjadi figur dalam kehidupannya.
Jika suasana pendidikan seperti dapat diciptakan oleh seorang guru,
maka akan mudahlah bagi guru tersebut untuk mengiring anak didiknya untuk
menginternalisasikan nilai-nilai pada diri anak didiknya.
Dalam memberikan nasehat, kepada pendidik ada beberapa hal yang
harus diperhatikan, diantaranya adalah
1.
Dalam
memberikan nasehat pada saat-saat tertentu hendaklah diselingi dengan canda.
Hal ini bertujuan untuk menghindari kejenuhan anak didik dan sekaligus
membangun keakraban antara pendidik dengan anak didiknya. Dalam memberikan
gurauan atau canda hendaknya tidak melampaui batas sehingga menghilangkan makna
dari nasehat yang kita berikan terhadap anak didik tersebut.
2.
Hendaklah
memberikan nasehat dengan kata-kata jelas dan sederhana. Nasehat dengan
mengunakan kata-kata yang sulit untuk dicerna dan cendrung berbelit-belit akan
menjadikan anak didik jenuh dalam mendengarkan nasehat tersebut. Maka para
pendidik hendaklah menggunakan kata-kata sederhana yang mudah untuk dicerna.
Hal ini menghindari kebosanan anak didik dalam mendengarkan nasehat dari
gurunya. Rasulullah disaat memberikan nasehat untuk para sahabatnya beliau
menggunakan kata-kata yang sederhana sehingga para sahabat mudah untuk mencerna
kata-kata beliau.
3.
Berilah
nasehat dengan diikuti oleh perumpamaan-perumpamaan. Dengan memberikan
perumpamaan-perumpamaan yang jelas, anak didik akan lebih tertarik dengan
nasehat tersebut. Sehingga nasehat yang diberikan guru tidak hanya sebatas
verbalitas semata, akan tetapi lebih konkrit dan dapat difahami anak.
4.
Nasehat
dengan memperagakan Gambar (Abdullah Nasih Ulwan:1988:113)
Gambar
merupakan alat bantu untuk lebih memahamkan anak terhadap apa yang disampaikan
kepada mereka. Hal seperti pernah dilakukan oleh Rasulullah saw, seperti yang
diriwayatkan oleh Jabir Berkata : “Kami duduk bersama Rasulullah saw lalu
beliau membuat garis seperti ini didepannya, lalu bersabda :”Ini adalah jalan
Azza wa Jalla, “ sedangkan dua garis pada sisi kanannya dan dua garis pada sisi
kirinya, beliau bersabda: “Ini adalah jalan syetan”, kemudian beliau meletakkan
tangannya pada garis hitam, lalu membaca ayat :” Dan bahwa (yang kami
perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus,maka ikutilah dia, dan janganlah
kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan itu mencerai beraikan kamu
dari jalannya, yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertaqwa “.
Dari
apa yang diperbuat oleh Rasulullah saw diatas jelaslah bagi kita bahwa
Rasulullah memberikan nasehat kepada para sahabatnya, akan tetapi Rasul
mengikuti nasehat tersebut dengan media yang lain dengan menggunakan gambar.
Dan apa yang disampaikan Rasul akan
mudah dimengerti dan difahami oleh para
sahabat.
4.
Pendidikan Dengan Perhatian
Yang
dimaksud dengan pendidikan dengan perhatian adalah mencurahkan, memperhatikan,
dan senantiasa selalu mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan aqidah dan moral
(Abdullah Nasih Ulwan: 1988:123 ). Memperhatikan anak merupakan salah satu dari
sekian banyak yang harus diperhatikan oleh pendidik.
Islam
yang memiliki ajaran yang universal memerintahkan kepada seluruh pendidik untuk
selalu memperhatikan perkembangan peserta didik. Hal tersebut perlu untuk
dilakukan agar pendidik tidak salah dalam mengambil tindakan kepada anak
didiknya.
Lebih dari itu, pendidik juga harus memperhatikan anak didiknya
dari segi akhlaq dan juga moral anak. Anak yang tidak pernah diperhatikan dalam
masalah akhlaq dan moral, maka anak tersebut akan melakukan hal-hal dan
perbuatan yang tidak terpuji.
Dalam hadistnya Rasulullah saw pernah bersabda : “ Ajarilah anak
shalat ketika dia berusia tujuh tahun,
dan jika pada usia sepuluh tahun ia enggan mendirikan shalat, maka
pukullah”.
Hadis
ini menunjukkan bahwa Rasul berpesan kepada seluruh pendidik untuk
memperhatikan anak didiknya. Pendidik harus memperhatikan anak didiknya,
tentang tahap-tahap yang dilalui anak didik dalam kehidupannya, sehingga
pendidik bisa mengajarkan dan juga membimbing apa seharusnya yang harus
dilakukan anak didiknya.
Selain
itu pendidik juga harus memperhatikan anak didiknya dari sisi psikologis.
Disaat anak didik murung, diam dan kurang bergairah dalam mengikuti pelajaran,
maka pendidik yang baik harus memberikan respon positif untuk anak didiknya.
Perhatian
yang seperti inilah yang diinginkan oleh anak didik. Anak didik merasa ada
tempat dia mengadukan permasalahan-permasalahan, sehingga permasalahan yang
dialami anak tersebut tidak berkepanjangan dan mengganggu konsentrasinya dalam
belajar.
Yang
jelas bagi kita sebagai pendidik ada dua perhatian menjadi titik tekan pada
anak didik kita. Pertama perhatian kita terhadap masalah dien. Kedua perhatian kita terhadap kebahagiaan anak didik kita dalam mengarungi
kehidupan dunia.
Perhatian
guru terhadap anak didiknya juga merupakan suatu kontrol bagi anak didik
tersebut. Guru harus memperhatikan isi tas yang dibawa anak didiknya. Adakah
didalam tas tersebut berisikan buku-buku yang tidak layak dikonsumsi oleh anak
didik. Adakah didalam tas tersebut alat-alat yang bisa digunakan untuk berbuat
kekerasan dan lain sebaginya.
Dengan
adanya perhatian seperti itu, anak akan selalu merasa terawasi dan mempersempit
peluang bagi anak untuk melakukan hal-hal yang kurang baik.
Disaat
guru acuh terhadap anak didik, maka anak didik akan leluasa berbuat hal-hal
yang dilarang oleh agama ataupun melanggar norma. Apabila kita membiarkan hal
ini terjadi maka kita telah membuka peluang sebesar-besarnya bagi anak didik
untuk berprilaku yang tidak baik.
Menurut
Abdullah Nasih Ulwan, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan oleh pendidik
:
1.
Perhatian
dalam pendidikan sosial
2.
Perhatian
dalam memperingatkan yang haram.
3.
Perhatian
dalam pendidikan moral.
4.
Perhatian
dalam pendidikan spiritual.
5.
Perhatian
dalam pendidikan jasmani.(Abdullah Nasih Ulwan: 1988: 127-129)
5.
Pendidikan Dengan Memberi Hukuman.
Menghukum,
menurut Langeveld seperti yang dikutip oleh Uyoh Sadullah adalah suatu perbuatan
dengan sadar, sengaja menyebabkan penderitaan bagi seseorang biasanya yang lebih lemah, dan dipercayakan
kepada pendidik untuk dibimbing dan dilindungi, dan hukuman tersebut diberikan
dengan maksud anak benar-benar merasakan penderitaan tersebut ( Uyoh Sadullah:
2010: 124).
Hukuman
dalam pendidikan bukan hanya terbatas pada hukuman fisik. Sebagian orang
apabila mendengar kata hukuman maka akan berkonotasi pada hukuman fisik. Tujuan
pemberian hukuman adalah agar anak tidak mengulangi perbuatan tersebut.
Seorang
pendidik dalam memberikan hukuman kepada anak didik haruslah melihat kondisi
psikologis dari anak didik tersebut. Seorang anak didik yang bisa menyadari
kesalahannya hanya dengan pandangan dari seorang guru, maka guru tersebut tidak
perlu melakukan hal-hal yang lebih dari itu.
Yang
jelas hukuman yang diberikan guru kepada anak didiknya harus ada manfaat baik
secara psikologis ataupun secara pedagogis.
Dari
segi psikologis, hukuman diharapkan dapat merubah anak dari yang tidak baik
menjadi anak yang berprilaku baik. Adapun dari segi pedagogis hendaklah hukuman
tersebut menunjang pelajaran-pelajaran bagi anak anak didik.
Terkadang
guru memberikan hukuman kepada anak didiknya, akan tetapi hukuman tidak
bermanfaat bahkan merugikan anak didik itu sendiri. Seperti guru menyuruh anak
didiknya yang tidak membuat buat PR menulis “saya tidak akan mengulangi lagi
“ sampai berpuluh-puluh halaman.
Hukuman
ini tidak bermanfaat bagi anak didik bahkan merugikan anak didik itu sendiri.
Karena anak didik yang seharusnya mengikuti pelajaran, akan tetapi dia harus
menulis berpuluh-puluh halaman sebagai hukuman baginya. Hal seperti inilah yang
kita katakan hukuman akan merugikan anak didik. Dan hukuman yang seperti ini
tidak bermanfaat dari segi pedagogis.
Seorang
guru dalam memberikan hukuman kepada anak didiknya hendaknya menunjukkan
kesalahan dengan keramah tamahan ( Abdullah Nasih Ulwan:1988: 159) .Hal ini
dilakukan agar anak didik tersebut mengetahui kesalahan dan tidak melakukan
tindakan protes ketika mendapatkan hukuman dari gurunya. Ketidak puasan anak
didik terhadap hukuman yang diberikan gurunya akan menjadikan hubungan antara
pendidik dan anak didik tidak baik.
Ada
beberapa persyaratan dalam memberikan hukuman untuk anak didik, diantaranya adalah:
1.
Pemberian
hukuman harus tetap dalam jalinan cinta dan kasih sayang.
2.
Pemberian
hukuman (hukuman fisik) harus didasarkan kepada alasan “keharusan” artinya
sudah tidak ada alat pendidikan yang lain yang bisa dipergunakan. Artinya
hukuman yang diberikan adalah alternatif terakhir.
3.
Pemberian
hukuman harus menimbulkan kesan pada hati anak.
4.
Pemberian
hukuman harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan pada diri anak.
5.
Pada
akhirnya pemberian hukuman juga harus diikuti dengan pemberian ampun dan
disertai dengan harapan dan kepercayaan (Amir Daen Indrakusuma : 1973 : 157 )
Inilah
model pendidikan influentif yang pernah diterapkan oleh Rasulullah saw dalam mendidik sahabatnya.
Model pendidikan seperti ini ternyata telah berhasil dalam mencetak generasi
yang tangguh dari segi iman dan ilmu pengetahuan.
Pendidikan
dengan ketauladanan akan menghasilkan anak yang memiliki sifat-sifat yang
sempurna. Karena anak selalu disuguhkan hal-hal yang baik dalam kehidupannya.
Dengan
pendidikan memberi nasehat, anak akan lembut hatinya dalam menerima
kebaikan-kebaikan tanpa adanya suatu paksaan dari orang lain. Hati anak didik
akan lembut, mudah untuk selalu melakukan hal-hal yang baik.
Pendidikan
dengan perhatian akan menghasilkan anak didik untuk yang memiliki budi pekerti
yang mulia, dan anak akan peka dengan situasi lingkungan sekitar. Karena selalu
diperhatikan, maka anak juga akan meemperhatikan pula lingkungan sekitar.
Dan
pendidikan dengan hukuman akan menjadikan
anak jera dan berhenti dari prilaku jelek. Hukuman juga akan menanamkan pada
jiwa anak bahwa setiap kejahatan yang dilakukan pasti akan mendapatkan suatu
hukuman.