MENUJU
KEKEMULIAAN SYAWAL
Tanpa terasa Romadhan akan meninggalkan kita. Bulan yang penuh
berkah, rahmah dan di dalam bulan itu pula Allah menjanjikan mengampuni segala
dosa- hamba-hambanya yang ingin bertaubat dan mensucikan diri dari segala
dosa-dosanya dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Mereka itulah orang-orang
yang beruntung, dapat menggunakan fasilitas-fasilitas yang diberikan Allah
dalam rangka membersihkan diri dan mencapai derajat taqwa disisi Allah swt.
Orang-orang
seperti inilah yang layak untuk merayakan kemenangan disaat Syawal akan tiba.
Mereka yang gigih dalam menenpa diri untuk mendapatkan ampunan Allah swt dan
juga keridloan dari zat Yang Maha Agung. Penempaan diri yang dilakukan pada
bulan Romadhon tidak lain hanya ingin meningkatkan kualitas ruhiyah dihadapan Allah
swt.
Bulan
Syawal telah tiba. Satu pertanyaan bagi kita. Apakah kita layak untuk merayakan
bulan kemenangan tersebut. Sedangkan disaat bulan Romadhan tidak ada amalan dan
usaha-usaha yang kita lakukan dalam rangka meningkatkan kualitas iman dan taqwa
kita. Bahkan terkadang ibadah puasa yang kita lakukan hanya sebatas agar
identitas muslim yang ada pada diri kita tidak hilang.
Romadhon
kita, sepi dari qiroatul quran, jauh dari dzikir, lalai dalam berinfaq, malas
untuk bertaubat dan kita ganti dengan kesibukan-kesibukan dunia yang tidak ada
habisnya. Sehingga kita semua terbuai, dan pada akhirnya kita meninggalkan romadhoan dengan sia-sia.
Mudik
yang selalu kita persiapkan. Akan tetapi kita lupa untuk mempersiapkan mudik
yang sebenarnya. Mudik atau pulang kekampung akhirat yang kekal dan abadi tidak
pernah kita persiapkan. Adakah kita menimbang-nimbang sejauh mana persiapan
kita untuk menjumpai Allah Zat yang Maha Mulia. Adakah ketakutan yang kita
rasakan seandainya Allah tidak menerima amalan-amalan kita selama ini. Adakah
terlintas dalam hati kita ketika nanti kita akan digiring keneraka Allah karena
rasa acuh kita terhadap kampung akhirat yang kekal dan abadi.
Bulan
Syawal akan tiba. Pada hari itu seluruh umat Islam bertakbir, bertahlil dan
bertahmid. Takbir adalah membesarkan Allah. Pengakuan dari seorang hamba atas
kebesaran Rabbnya. Seorang hamba yang telah bertakbir, maka dia harus
meninggalkan pakaian-pakaian kesombongan yang melekat pada dirinya. Menyerahkan
kesombongan tersebut kepada Allah, karena hanya dia yang berhak untuk sombong,
dia penguasa alam semesta ini.
Bagi
manusia tidak ada waktu untuk menyombongkan diri. Kita adalah makhluk yang
lemah dan hina. Manusia harus menyadari asal usul kejadiannya. Yang mana
manusia diciptakan Allah dari air yang hina, air yang menjijikkan yaitu setetes
mani.
Kesombongan
tidak akan berbuah kebaikan, bagaimana Allah swt menghancurkan Firaun, Allah
menenggelamkan umat Nabi Nuh, membumi
hanguskan umat Luth, hal tersebut tidak lain karena kesombongan yang ada pada
mereka yang tidak mau tunduk kepada Allah.mengenai kesombongan ini Rasulullah
bersabda “ tidak akan masuk surga barang siapa didalam hatinya terdapat
kesombongan sebesar biji sawi “.
Hadist
Rasulullah saw harusnya menjadi suatu tamparan bagi kita, agar kita sadar
betapa besarnya rasa sombong dan egois yang ada pada diri. Kita sombong terhadap Allah swt dengan tidak mematuhi
perintah-perintah Allah. Dan kita menyombongkan diri dihadapan manusia karena
keutamaan-keutamaan yang diberikan Allah kepada kita.
Bulan
syawal adalah bulan sillaturrahmi. Pada bulan ini umat muslim saling kunjung
mengunjungi, saling memaafkan, memperkuat kembali jalinan persaudaraan yang
diikat oleh Iman dan Islam. Pada saat kedua insan bertemu, berjabat tangan
diikuti dengan hati yang yang menyatu, maka berguguranlah dosa orang tersebut.
yang tinggal hanyalah rasa kasih sayang dan rasa saling cinta mencintai karena
Allah swt. Karena kesalahan yang pernah kita lakukan hanya akan terhapus dengan
meminta maaf kepada orang yang bersangkutan.
Adapun manusia yang tetap pada kesombongan dan
keangkuhan, enggan untuk menyambung persaudaraan dan memutuskan sillaturrahmi
maka ingatlah apa yang pernah disabdakan oleh Rasulullah saw “ Tidak akan
masuk surga seorang pemutus, yaitu
pemutus sillaturrahmi “ (HR Bukhari Muslim). Dalam Hadisnya yang Lain
Rasulullah Bersabda : “ Tidak ada dosa yang pantas untuk disegerakan
balasannya bagi para pelakunya di dunia
ini- disamping dosa yang disimpan
untuknya diakhirat- daripada perbuatan Zholim (melampaui Batas) dan memutuskan
tali silaturrahmi”. HR Abu Daud, At tirmidzi, dan Ibnu Majah.
Dengan
memperhatikan hadist diatas, masihkah kita mempertahankan rasa egois kita,
dengan enggan menyambung sillaturrahmi dan enggan meminta ataupun memberi maaf
kepada orang lain. Atau kita biarkan hati kita menjadi keras karna kesombongan
yang ada pada diri kita tersebut. Sangat rugilah orang yang jauh dari hidayah
Allah swt.
Bulan
Syawal adal bulan pembuktian, pembuktian bagi diri kita masing-masing
apakah pendidikan yang diberikan oleh Allah swt berhasil pada
diri kita. Ataukah pendidikan tersebut hanya singah dan akan pergi begitu saja
dari kehidupan kita. Pada bulan ini kita dapat mengukur sejauh mana
peningkatan-peningkatan dari segi ruhiyah. Apa bila terjadi peningkatan dari
segi ruhiyah berarti kita sudah melakukan suatu revolusi pada diri kita yaitu revolusi ruhiyah.
Dan
seandainya tidak ada peningkatan apapun dari segi Iman dan taqwa. Maka kita
termasuk salah seorang yang disabdakan oleh Rasulullah saw : “ berapa banyak
orang yang melakukan ibadah puasa, tapi dia tidak mendapatkan apa-apa kecuali
rasa lapar dan dahaga “ .
Alangkah
ruginya diri ini, berpuluh tahun bersua dengan bulan yang agung, akan tetapi
tidak tidak mendapatkan apa-apa dari
keutamaan Romadhan tersebut kecuali lapar dan dahaga.
Didikan
yang diberikan oleh Allah dibulan Romadhan hendaknya dapat kita terapkan diluar
bulan Romadhon. Dan ini menjadi salah satu indikator bahwasannya Romadhan yang
kita lakukan tersebut berpengaruh bagi iman dan taqwa kita.
Bulan
Syawal adalah bulan yang fitri, umat Islam merayakan hari raya idul fitri. Akan
tetapi masih banyak saudara- saudara kita tidak mampu bergembira karena
keterbatasan kemampuan mereka. Masih banyak anak-anak yatim yang tidak dapat
bergembira karena nasib yang menimpa mereka. Untuk itu bagi orang muslim sudah
menjadi tanggung jawab bagi seorang muslim untuk dapat menggembirakan mereka, seperti apa ayang telah dilakukan oleh Baginda Rasulullah
saw yang diriwayatkan dai Anas bin Malik r.a. dari Nabi saw “
“ Bahwa sesungguhnya Baginda Nabi keluar untuk menunaikan solat
hari raya, sedangkan anak-anak tengah bermain dilapangan. Diantara anak-anak
itu terdapat seorang anak yang duduk dihadapan mereka dan memakai pakaian bekas sambil menangis “
Baginda bersabda kepada anak itu “ Hai anak, mengapa engkau menangis dan tidak
bermain bersama mereka?” Anak itu tidak mengenali baginda, anak kecil itu
menjawab,” Wahai paman, Ayah saya telah meninggal dunia dihadapan Rasulullah saw dalam peperangan,
lalu ibu saya kawin dan memakan harta saya , sedangkan ayah tiri saya mengusir
saya dari rumah saya sendiri, maka saya tidak mempunyai makanan dan minuman,
pakaian dan rumah. Dan ketika saya melihat kawan-kawan pada hari ini, sedangkan
mereka semua mempunyai ayah, maka saya
teringat ayah saya, oleh sebab itulah saya menangis”.
“ Rasulullah saw memegang anak itu dengan tangannya seraya
berkata:”Maukah engakau aku sebagai ayahmu, Aisyah sebagai ibumu, Ali sebagai
pamanmu, Hasan dan Husein sebagai saudara laki-lakimu dan Fatimah sebagai
saudara perempuanmu?” Anak kecil itupun tahu dan menjawab
“Mengapa saya tidak mau ya Rasulullah ?”
“Maka dibawa oleh Nabi anak itu kerumah. Lalu diberikan pakaian
yang bagus, diberi makan sehingga kenyang dan dihiasi dengan dan diberi dengan
wangi-wangian.”
“ Maka anak itu keluar dengan tertawa gembira. Ketika
kawan-kawannya melihat mereka berkata kepadanya :” Sebelum ini kamu selalu
menangis, mengapa sekarang kamu bergembira? “ Dia menjawab :” Saya sebelum ini
lapar, sekarang sudah kenyang,saya tai tidak berpakaian, sekarang berpakaian,
saya tadinya anak yatim, sekarang Rasulullah sebagai ayahku, Siti Aisyah Ibuku,
Ali menjadi Pamanku, dan Siti Fatimah Menjadi saudara perempuanku, bagaimana
saya tidak bergembira ?”
Suatu contoh yang sangat mahal yang diberikan oleh Rasulullah
kepada kita semua, yaitu membahagikan anak yatim. Bagaiman dengan hati kita. Berapa banyak rezki yang diberikan
Allah kepada kita, adakah terlintas dalam diri kita untuk mencontoh apa yang
dilakukan oleh Baginda Rasulullah saw. Ataukah kita termasuk dari orang-orang
yang mendustakan agama ?
Dibulan Syawal terdapat suatu amalan yang dilakukan oleh Rasulullah
saw yang sering kita namakan dengan puasa Syawal, sebagaimana yang disabdakan
oleh Rasulullah SAW “ Barang siapa yang berpuasa penuh dibulan Romadhon,
lalu diikuti dengan dengan puasa enam
hari dibulan Syawal, maka pahalanya seperti ia berpuasa satu tahun” (HR.
Muslim).
Bulan syawal bukanlah bulan sebebas-bebasnya bagi kita. Tapi bulan
Syawal merupakan bulan peningkatan dan juga bulan bertambahnya iman dan taqwa
karena kita telah didik oleh Zat yang Maha Agung. Wallahu a’lamu.