1.
Guru Dan Peranannya Dalam Pendidikan
Guru adalah orang dewasa yang bertanggung
jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan
jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaan, mampu melaksanakan tugasnya
sebagai makhluk Allah, khalifah Allah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan
sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri[1].
Secara
umum guru adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik, sementara
secara khusus pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan peserta didik[2].
Perkembangan peserta didik ini meliputi seluruh potensi yang ada pada anak
didik baik afektif, kognitif dan
psikomotorik.
Dari
uraian di atas dapat kita lihat bahwasannya seorang guru atau pendidik memiliki
tanggung jawab yang sangat besar terhadap peserta didiknya agar anak didik
tersebut mencapai pada tingkat kedewasaan dan dapat melaksanakan tugas-tugas
yang telah digariskan oleh Allah sebagai Khalifah Allah di muka bumi ini.
Seorang guru tidak hanya memberikan bantuan
kepada anak didiknya akan tetapi seorang guru juga memberikan suatu bimbingan
dengan sadar kepada anak didiknya. Dikatakan bimbingan yang sadar karena seorang guru haruslah memahami bimbingan seperti apa yang akan diberikan
kepada anak didiknya tersebut.
Dalam
konsep pendidikan tradisional Islam, guru diposisikan sebagai orang yang ‘alim,
wara’, shalih, dan sebagai uswah sehingga guru dituntut juga beramal
sholeh sebagai aktualisaasi dari keilmuan yang dimilikinya[3].
Maka sebagai guru dia bertanggung jawab tidak hanya pada saat pelajaran
berlangsung, lebih dari itu guru tetap harus menjaga sifat dan kepribadiannya di
luar kelas ataupun dalam kehidupannya sehari-hari.
Dalam dunia pendidikan guru tidaklah hanya
berperan sebagai pengajar di depan kelas saja. Lebih dari itu guru dapat
berperan sebagai pengadministrasian. Dalam kaitannya dengan
administrasi, seorang guru dapat berperan sebagai berikut:
a. Pengambilan inisiatif, pengarah dan penilaian
kegiatan-kegiatan pendidikan. Hal ini berarti guru memikirkan kegiatan-kegitan
pendidikan yang direncanakan serta nilainya.
b. Wakil masyarakat, yang berarti dalam lingkungan sekolah guru menjadi anggota
masyarakat. Guru harus mencerminkan suasana kemauan masyarakat dalam arti yang
baik.
c. Orang yang ahli dalam mata pelajaran. Guru bertanggung jawab untuk
mewariskan kebudayaan kepada generasi muda yang berupa ilmu pengetahuan.
d. Penegak disiplin, guru harus menjaga agar tercapai suatu
kedisiplinan
e. Pelaksana administrasi pendidikan, di samping menjadi pengajar,
gurupun bertanggung jawab akan kelancaran jalannya pendidikan dan ia harus
mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan administrasi.
f. Pemimpin generasi muda, masa depan generasi muda terletak di tangan
guru, guru berperan sebagai pemimpin mereka dalam mempersiapkan diri untuk
anggota masyarakat yang dewasa
g. Penterjemah bagi masyarakat, artinya guru
berperan untuk menyampaikan segala perkembangan kemajuan dunia kepada
masyarakat, khususnya masalah-masalah pendidikan.[4]
Selanjutnya
seorang guru dalam proses belajar mengajar memiliki peran sebagai demonstrator. Sebagai demonstrator
guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang
akan diajarkannya[5].
Selanjutnya guru tidak hanya dituntut untuk menguasai bahan pelajaran tersebut,
lebih jauh lagi guru hendaknya dapat mengembangkan materi pelajaran tersebut
dalam artian guru harus meningkatkan kemampuannya tentang materi yang akan
diajarkannya. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi hasil belajar
yang akan dicapai oleh peserta didik
Yang
harus disadari oleh seorang guru adalah bahwasannya dia sendiri adalah seorang
pelajar. Yang mana tugas pelajar adalah selalu belajar dan mencari tahu tentang
hal-hal yang belum diketahuinya. Kesadaran seperti ini akan menjadikan guru
tamak terhadap ilmu pengetahuan dan akan selalu memperkaya dirinya dengan
ilmu-ilmu sebagi bekal baginya dalam melaksanakan tugas-tugas sebagai
demonstrator sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis.
Dalam mencapai keberhasilan pendidikan, guru memiliki peran yang sangat menentukan, sebab bisa
dikatakan guru merupakan kunci pokok dari keberhasilan sebuah pendidikan. Untuk
itu guru haruslah memiliki sifat dan karakteristik yang memadai dan berbeda
dengan ciri-ciri dari profesi yang lain.
Seperti kita ketahui bahwa salah satu dari
tujuan pendidikan adalah memberikan bimbingan kepada peserta didik untuk
mencapai kedewasaan. Sebelum guru tersebut membawa anak didiknya pada tingkat
kedewasaan maka seharusnya guru tersebut
terlebih dahulu telah memiliki sikap kedewasaan itu sendiri.
Seorang guru haruslah seseorang yang sudah
dewasa, karena tidak mungkin guru akan dapat membawa anak didiknya ke dalam
kedewasaan sedangkan individu guru itu sendiri jauh dari kedewasaan. Membawa
anak pada kedewasaan bukan hanya sekedar dengan nasehat, anjuran, perintah dan
larangan saja, melainkan yang pertama-tama ialah gambaran kedewasaan yang
senantiasa dibayangkan oleh anak dalam diri pendidiknya, di dalam pergaulan antara
pendidik dan anak didik[6].
Guru adalah pendidik professional yang wajib
memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan[7]. Kegiatan mengajar yang dilakukan guru tidak
hanya berorientasi pada kecakapan-kecakapan yang berdimensi pada ranah cipta
saja. akan tetapi juga mencakup pada ranah rasa dan karsa. Sebab dalam perspektif psikologi pendidikan, mengajar pada
prinsipnya berarti proses perbuatan seorang guru yang membuat orang lain
belajar dalam arti mengubah seluruh dimensi prilakunya. Prilaku ini meliputi
tingkah laku yang bersifat terbuka seperti keterampilan membaca, juga
yang bersifat tertutup seperti berfikir dan berperasaan[8].
Guru
sebagai pendidik ataupun pengajar merupakan faktor penentu kesuksesan usaha
pendidikan. Itulah sebabnya setiap perbincangan mengenai pendidikan selalu bermuara pada masalah guru. Dan hal
ini menunjukkan betapa signifikannya posisi guru dalam dunia pendidikan.
Sebagai
pemberi layanan pada siswa (sebagai pembantu dan pembimbing serta panutan dalam
kegiatan belajar siswa ) guru seyogyanya memiliki sikap positif terhadap
dirinya sendiri. Alasannya kompetensi bersikap seperti ini akan cukup
berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kualitas dan kuantitas layanan kepada
siswa[9].
Guru
sebagai pendidik menurut jabatannya menerima tanggung jawab dari tiga pihak, yaitu
orang tua, masyarakat dan negara[10].
Tanggung jawab dari orang tua diterima guru atas dasar kepercayaan, bahwa
guru mampu memberikan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan perkembangan anak
didik, selain
itu diharapkan juga dari pribadi guru akan mempengaruhi dari tingkah laku
peserta didik tadi.
Tugas
seorang guru atau pendidik memang tidaklah mudah. Bahwa para pendidik memegang
peranan penting dalam proses pendidikan dan hal itu tidak dapat kita sangkal
lagi. Terutama pada saat-saat permulaan dalam proses pendidikan dan permulaan
taraf pendidikan (ketika si terdidik masih kanak-kanak) titik berat
kebijaksanaan, titik berat pertanggungan jawaban terletak di tangan pendidik[11].
Para
pendidik dapat memilih ke mana arah tujuan pendikan, dasar-dasar
apa yang dipakainya, alat-alat apa yang dipergunakan serta bagaimana ia memakai
alat itu. Di samping itu merekapun merupakan contoh yang hidup bagi siterdidik
dan tempat siterdidik beridentifikasi.
Selain
itu dalam dunia pendidikan guru juga mempunyai peranan yang sangat signifikan
dalam dunia pendidikan, artinya keseluruhan tingkah laku yang harus dilakukan guru dalam
melaksanakan tugasnya sebagai guru. Guru memiliki peranan yang amat luas, baik
di sekolah, keluarga dan dalam masyarakat.[12]
Yang
paling utama bagi guru adalah peranannya sebagai pendidik dan pengajar, harus
menunjukkan prilaku yang layak yang bisa dijadikan teladan oleh siswanya. Guru
harus senantiasa sadar akan kedudukannya selama 24 jam. Di manapun dan kapanpun
saja guru
akan selalu dipandang sebagai guru yang harus memperlihatkan prilaku yang dapat
diteladani oleh anak didik dan masyarakat luas. Penyimpangan dari prilaku yang
tidak etis dari guru akan mendapat sorotan dan kecaman yang tajam dari anak
didik dan juga masyarakat lingkungan sekitarnya. Guru yang berprilaku tidak
baik akan merusak citranya sebagai guru dan pada gilirannya akan dapat merusak
murid-murid yang dipercayakan padanya. Oleh sebab itu, apa
bila ada siswa yang berprilaku menyimpang mungkin saja hal itu disebabkan oleh
prilaku gurunya yang tidak memberi teladan yang baik.
Prilaku
guru di kelas memiliki pengaruh yang besar pada perkembangan mental anak. Kasih
sayang, simpati dan
kerja sama yang menjadi karakteristik ideal guru yang terlibat dalam kelas
dapat membangun suasana belajar yang lebih baik bagi siswa dengan kebutuhan
khusus. Sifat ramah guru dengan anak-anak akan membantu mereka mengekspresikan
perasaannya dengan lebih mudah. Siswa akan merasa bebas mendiskusikan masalah
mereka dengan gurunya dan mengajukan permasalahan–permasalahan kepada gurunya
tersebut.
Di lihat
dari segi dirinya, sifat seorang guru dapat berperan sebagai : pertama
pekerja sosial, yang artinya seorang guru harus memberikan pelayanan pada
masyarakat. Guru dihadapkan pada tantangan di mana guru
diminta untuk melayani anak didiknya dengan ramah, sabar, penuh
kepercayaan diri dan bertanggung jawab[13].
Selain itu guru juga harus mampu memiliki kemampuan untuk memaklumi alam
fikiran anak didiknya, dia harus melayani anak didiknya dengan rasa yang menyejukkan, menarik, gembira dan
merasa puas atas layanan yang diberikannya pada anak didiknya. kedua, pelajar
dan ilmuan yaitu guru harus selalu belajar terus menerus untuk mengembangkan
penguasaan keilmuannya. Ketiga, orang tua artinya guru adalah wakil
orang tua di sekolah bagi setiap siswa. Keempat, model teladan artinya
guru adalah model tingkah laku yang harus dicontoh oleh siswa-siswanya. Kelima,
pemberi keselamatan artinya guru senantiasa memberi rasa keselamatan bagi setiap
siswanya. Siswa diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya[14].
Dari
sudut pandang psikologis guru memiliki peranan yaitu: pertama, Sebagai pakar psikologi belajar atau psikologi
pendidikan dan mampu mengaplikasikannya dalam melaksanakan tugas sebagai guru
dan pendidik. Kedua, Seniman dalam hubungan antara manusia artinya
guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar
manusia khususnya dengan siswa-siswa sehingga dapat mencapai tujuan pengajaran
dan pendidikan. Ketiga, Pembentuk
kelompok yaitu mampu membentuk atau menciptakan suatu pembaruan untuk membuat
suatu hal yang lebih baik. Keempat, Innovator yaitu
orang yang mampu menciptakan suatu pembaruan untuk membuat suatu pembaharuan
untuk mencapai suatu hal yang lebih baik. Kelima, Petugas
kesehatan mental artinya guru harus mampu dan bertanggung jawab bagi
terciptanya kesehatan mental para siswa.
Guru
juga diharapkan dapat bertutur kata dan bertindak dengan baik terhadap para
anak didiknya. Dia harus selalu memberi sinyal yang
positif. Beberapa tindakan, tuturan, dan prilaku berikut ini hendaklah dijauhi oleh para guru, diantaranya ialah:
1.
Selalu
bersikeras mempertahankan alasan dan selalu meluangkan waktu untuk memberikan
alasan. Menghindari dari tindakan membuat alasan yang kurang beralasan memang
tidak mudah dan membutuhkan kesabaran.
2.
Mengetahui
perbedaan diantara siswa dan meminta mereka secara serta merta mendengarkan dan
menerima solusi yang ditawarkan.
3.
Mendengar
siswa dan menanyakan keluhan mereka secara menyeluruh namun memandangnya hanya
cukup untuk mengetahui bagaimana mereka melihat atau merasa bingung dengan
masalahnya.
4.
Menunjukkan
bahwa diri guru dapat berubah pikiran dengan mudah ketika
bukti-bukti dan logika menyarankan untuk hal itu.
5.
Berada
dalam posisi “di luar” siswa atau melakukan tindakan diskriminatif terhadap
siswa, baik tuturan maupun tindakan.[15]
2.
Fungsi dan Kedudukan Guru Dalam Pendidikan.
Dalam
menjalankan profesinya sebagai pendidik, guru memiliki fungsi sebagai pendidik
dan pembimbing[16].
Dikatakan guru seorang pendidik sebab dalam pekerjaannya ia tidak hanya
mengajar orang agar orang tersebut tahu beberapa hal, akan tetapi lebih dari
itu seorang guru juga harus dapat melatih keterampilan anak didiknya dan juga
sikap anak didiknya tersebut.
Di
dalam tugasnya seorang guru bukan saja menumpahkan semua ilmu pengetahuan, akan
tetapi lebih dari itu seorang guru juga di tuntut untuk mendidik anak didiknya
untuk dapat mengamalkan dan juga mempraktekkan teori-teori yang telah
disampaikannya kepada anak didik. Dari sini jelaslah bagi kita bahwa seorang
guru itu bukan saja sebagai pengajar tetapi juga mendidik. Ia bukan hanya
pembawa ilmu pengetahuan, akan tetapi juga menjadi contoh sebagai pribadi yang
ideal di mata anak didiknya.
Di lihat
dari tujuan institusional guru difungsikan sebagai pendidik di samping sebagai
pengajar[17].
Maka guru haruslah dapat membentuk sikap, menjadi contoh atau teladan untuk
para anak didiknya. Semua itu tidak akan terlaksana apabila guru tersebut hanya
mengajar saja. Secara fungsional guru telah dianggap oleh anak didiknya sebagai
seorang pendidik, yaitu orang yang dianggap dapat menjelaskan segala sesuatu
yang sifatnya bukan pengajaran, ia dianggap orang yang dapat memberikan nasehat
kepada anak didik dalam pembentukan kepribadian. Hal itu dapat kita lihat dari
sikap anak didik yang lebih banyak nurut kepada gurunya dari pada orang tuanya
sendiri. Hal tersebut adalah suatu gambaran bahwa guru tersebut dianggap
pendidik oleh anak didik yang berada di sekitarnya.
Dikarenakan
guru berfungsi sebagai pendidik, maka seharusnya guru harus dapat memposisikan
dirinya sebagai pendidik dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:
1.
Sebagai
pendidik guru haruslah memiliki kedewasaan yang lebih dibandingkan dengan anak
didiknya.
2.
Sebagai
pendidik guru harus mampu menghayati kehidupan anak, dan bersedia untuk
membantu segala macam masalah dan problema yang sedang dihadapi anak didik,
baik masalah yang berkaitan dengan pelajaran, maupun permasalahan-permasalahan
pribadi anak didik.
3.
Sebagai
pendidik guru harus mampu mengikuti keadaan jiwa dan perkembangan anak
didiknya. terlebih anak didik yang masih kanak-kanak. Guru harus mampu untuk
memaklumi segala bentuk tingkah laku anak didik dan tidak memaksakan
kehendaknya terhadap anak didiknya.
4.
Guru
harus mampu mengenal anak didiknya. mengenal anak didik tidak hanya sebatas
mengenal nama dari anak didik tersebut. Lebih dari itu seorang guru harus mampu
dan dapat mengenal potensi yang ada pada anak didik. Sebab karya yang terbesar
seorang guru adalah membantu anak tersebut berkembang sampai mencapai
prestasinya yang paling baik.
Selanjutnya
dalam pendidikan guru berfungsi sebagai pengganti orang tua[18].
Dalam hal-hal tertentu seorang guru dapat menggantikan peran sebagai orang tua.
Hubungan antara anak didik dan guru tumbuh karena adanya kepentingan bersama.
Kepentingan tersebut dapat berupa perhatian, minat ataupun kesenangan. Seorang
anak yang ingin aktif dalam beberapa hal, maka guru akan dapat menyediakan
kesempatan seperti ini, bahkan ia akan membantu anak tersebut. Kehadiran guru
yang seperti ini akan dirasakan olah sang anak sebagai teman dan ”pembantu”
yang selalu bersedia menemaninya dalam kegiatan ini.
Di
kelas yang lebih tinggi lagi hubungan ini akan berubah. Kalau semula ikatan ini
adalah ikatan minat ataupun kesenangan, maka di kelas tinggi hubungan ini
bertambah menjadi hubungan dalam suatu kerjasama, Sama-sama berkepentingan menyelesaikan
pekerjaan sekolah[19].
Lebih dari pada itu hubungan antara anak didik dan guru yang seperti ini
ditandai dengan kesediaan seorang guru untuk membantu anak didiknya, maka sudah
tentu hubungan seperti ini lebih bersifat pedagogis, karena komunikasinya
dilakukan antara guru dan anak didik yang jelas-jelas mengakui kewibawaan guru.
Antara
guru dan orang tua terletak perbedaan dalam hal tanggung jawab. Orang tua
bertanggung jawab atas anaknya secara mutlak dan dalam waktu yang lama. Dapat
kita katakan bahwasannya tanggung jawab orang tua terhadap anaknya meliputi
segala hal ihwal anaknya tersebut.
Berbeda
dengan tanggung jawab seorang guru terhadap anak didiknya, guru tidak
bertanggung jawab seluas dan seberat orang tua. Guru memang bertanggung jawab
atas bantuan yang ia berikan kepada anak didiknya untuk membantu anak didiknya
dalam hal perkembangan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikapnya. Oleh karena itu dapat kita katakan guru itu
ikut bertanggung jawab atas perkembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap
anak. Sedangkan tanggung jawab utama tetap berada pada orang tua.
Guru
juga mempunyai fungsi sebagai tempat bergantungnya harapan masyarakat. Artinya
pada gurulah harapan masyarakat ditambatkan untuk mendidik dan membimbing
anak-anaknya agar menjadi anak yang berguna bagi masyarakat dan Negara.
Dengan
bergantungnya masyarakat terhadap guru dalam masalah pendidikan, maka guru telah mendapatkan kepercayaan dari masyarakat
untuk mendidik dan membimbing. Dari kepercayaan itu dapat kita simpulkan bahwa
guru menempati tempat terhormat dan dipercaya di hati masyarakat.
Guru
bukan saja dianggap orang yang pandai akan tetapi sering kali dianggap orang
yang bijaksana. Bijaksana di sini berarti dapat berlaku sesuai dengan yang
diharapkan masyarakat, dapat menemukan jalan
dalam berbagai kesulitan.
Jadi
harapan para orang tua dan masyarakat ialah agar guru dapat membekali anak-anak
mereka dengan berbagai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan membawa
anak-anak mereka pada kebahagiaan hidup. Melihat hal tersebut maka sungguh
sangatlah berat tugas seorang guru.
Apabila
kita berbicara tentang kedudukan guru dalam pendidikan, maka kita akan merujuk
pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen. Dalam BAB II, pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa :
Guru
mempunyai kedudukan sebagai tenaga professional pada jenjang pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
formal yang diangkat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.”
Maka
sebagai tenaga professional guru haruslah menjalani profesinya dengan
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
Memiliki
bakat, minat, panggilan jiwa dan idaelisme.
2.
Memiliki
komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhlaq
mulia.
3.
Memiliki
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
4.
Memiliki
kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
5.
Memiliki
tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
6.
Memperoleh
penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
7.
Memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat.
8.
Memiliki
jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
9.
Memiliki
organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan tugas keprofesionalan guru.
3.
Sifat-Sifat Guru Dan Kaitannya
Dengan Aspek
Psikologis Pedagogis
Sebelum
masuk pada pembahasan tentang sifat-sifat guru dan kaitannya dengan aspek
psokologis pedagogis, di sini penulis akan menguraikan tentang pengertian dari
sifat, pedagogis, dan psikologis[20].
Pedagogis
merupakan suatu kajian tentang
pendidikan anak, berasal dari kataYunani kuo “ paedos” yaitu berarti
anak laki-laki, dan “agogos” yang artinya mengantar, membimbing[21].
Pedagogis merupakan suatu teori dan kajian yang secara teliti, kritis,
dan obyektif mengembangkan konsep-konsepnya mengenai hakikat manusia, hakikat
anak, hakekat tujuan pendidikan serta hakekat proses pendidikan.
Menurut Sudarwan Danim, pedagogis sebagai
proses interaksi terus menerus dan saling berasimilasi antara pengetahuan
ilmiah dan pengembangan siswa. Asimilasi pengetahuan ilmiah dengan antusiasme mereka untuk mengetahui diverifikasi dalam proses kerja yang intensif
dan aktif.
Dari sisi lain, menurut Alberto Garcia,
seperti yang ditulis oleh Sudarwan Danim, pedagogis adalah tindakan guru dan
siswa dalam konteks organisasi sekolah, di mana interaksi itu dilakukan
berdasarkan teori pedagogis tertentu,
berorientasi pada tujuan instusional, dan dikembangkan dalam interaksi yang
dekat dengan keluarga dan masyarakat untuk mencapai pembentukan siswa secara
sehat[22].
Jadi pedagogis dapat kita artikan sebagai
sebuah ilmu yang mempelajari masalah membimbing dan mendidik anak kearah tujuan
tertentu, yaitu supaya kelak mampu menjalani
secara mandiri menyelesaikan tugasnya.
Walaupun demikian, menurut Uyoh sadulloh,
kajian dari pedagogik bisa menjadi kajian yang lebih luas lagi karena hakekat
hidup dan hakekat manusia masih banyak diliputi oleh kabut mesteri[23].
Sedangkan
psikologi secara etimologi yang secara literal berarti studi tentang jiwa[24]. Psikologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan proses –proses mental dan prilaku individu.
Selanjutnya,
Ngalim Purwanto mendefenisikan bahwa psikologi ialah ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia[25]. Yang dimaksud dengan tingkah laku di sini
adalah segala kegiatan, tindakan, perbuatan manusia yang kelihatan maupun yang
tidak kelihatan, yang disadari maupun yang tidak disadarinya. Termasuk
didalamnya cara ia berbicara, berjalan,
berfikir, cara melakukan sesuatu. Dengan kata lain bagaimana cara manusia
itu berinteraksi dengan dunia luar.
Apabila
kita kaitkan antara psikologi dan pendidikan, maka dapat kita tarik sebuah
kesimpulan bahwasannya psikologi
pendidikan adalah sebuah studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor
yang berhubungan dengan pendidikan manusia [26].
Kata proses disini dapat kita pahami dengan proses belajar dan mengajar yang
terjadi dalam pendidikan.
Dari
sini nampak jelas, bahwa psikologi pendidikan menelusuri seluk beluk jiwa
manusia yang berkaitan dengan pelaku-pelaku pendidikan tersebut, seperti anak
didik, guru dan juga menyelidiki proses
belajar atau mengajar yang ada dalam pendidikan tersebut.
Selanjutnya
penulis akan menyinggung sedikit tentang sifat. Kata sifat( traits) dalam istilah psikologi,
berarti ciri-ciri tingkah laku yang tetap (hampir tetap) pada seseorang[27]. Akan tapi untuk mengetahui dan menentukan adanya sifat-sifat tertentu
pada seseorang adalah tidaklah mudah. Untuk mengetahuinya kita memerlukan waktu dan proses pergaulan yang lama, di samping pengetahuan psikologi sebagai dasarnya. Tergesa-gesa dalam menentukan dan memfonis suatu sifat pada seseorang adalah
suatu perbuatan yang sangat ceroboh dan sering kali menimbulkan salah terka.
Alport, sebagaimana yang dikutip oleh Ngalim
Purwanto mendefenisikan sifat sebagai
berikut:
Sifat-sifat adalah disposisi yang dinamis dan fleksibel,
yang dihasilkan dari pengintegrasian kebiasaan-kebiasaan khusus dan tertentu,
yang menyatakan diri sebagai cara-cara
penyesuaian yang khas terhadap
lingkungannya. Yang dimaksud dengan disposisi dalam batasan tersebut ialah
suatu unsur kepribadian yang mencerminkan kecendrungan-kecendrungan masa lalu
atau pengalaman-pengalaman yang telah lampau. Sesuai dengan batasan di
atas dapat juga dikatakan bahwa tingkah
laku seseorang yang merupakan sifat itu lebih diatur atau dipengaruhi dari
dalam diri individu itu sendiri. Atau secara sederhana dapat dikatakan sifat
merupakan ciri-ciri tingkah laku atau perbuatan
yang banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam diri sendiri
seperti pembawaan, minat, konstitusi tubuh dan cendrung bersifat tetap atau
stabil [28].
Manusia dalam kehidupannya juga memiliki sifat seperti pemarah, penangis, pengasih,
pendendam, dan lain sebagainya. Sifat-sifat ini menunjukkan perbuatan-perbuatan
yang sering muncul sehingga menjadi
suatu ciri khas dari tingkah laku
seseorang. dapat dikatakan bahwa perbuatan-perbuatan
tersebut merupakan sifat-sifat orang yang bersangkutan, sehingga dengan demikian kita sering mengatakan bahwa si A pemarah,
pendendam, penyayang, dan lain sebagainya.
Demikian juga dengan guru. Sebagai manusia
biasa gurupun memiliki sifat-sifat seperti yang diuraikan di atas. Ada guru yang memiliki sifat pemarah, penyayang, penolong, ramah, dan lain sebagainya.
Karena guru adalah seorang figur dihadapan
anak didiknya, maka sudah seharusnya guru tersebut memiliki sifat-sifat yang
baik dan meninggalkan sifat-sifat yang tercela yang dapat menghilangkan
kewibawaannya sebagai seorang pendidik.
Prilaku
guru di kelas memiliki pengaruh yang besar
pada perkembangan mental anak[29].
Kasih sayang, simpati dan kerjasama yang menjadi karekteristik ideal bagi guru
yang mengajar di dalam kelas akan dapat menciptakan suasana belajar lebih
kondusif dan menyenangkan bagi anak didik itu sendiri. Selain itu sifat ramah
yang ditunjukkan guru kepada anak didiknya untuk mengekspresikan jiwanya dan
tidak merasa takut untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dimengertinya.
Menurut M. Athiyah Al-Abrasi, seperti yang
dikutip oleh Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, seorang pendidik harus memiliki
sifat-sifat tertentu agar ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Adapun
sifat-sifat tersebut adalah:
1.
Memiliki
sifat zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari
keridhoan Allah SWT semata.
2.
Seorang
guru harus jauh dari dosa besar, sifat ria, dengki
, permusuhan
dan perselisihan dan lain-lain sifat yang tercela.
3.
Ikhlas
dalam pekerjaan, keikhlasan dan kejujuran seorang guru di dalam pekerjaannya
merupakan jalan terbaik kearah suksesnya di dalam tugas dan sukses
murid-muridnya.
4.
Seorang
guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya, ia harus
sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati, banyak sabar
dan jangan pemarah karena sebab-sebab
yang kecil, berkepribadian dan mempunyai harga diri.
5.
Seorang
guru harus mencintai murid-muridnya, seperti
cintanya terhadap anaknya sendiri dan memikirkan keadaan mereka seperti ia
memikirkan keadaan anaknya sendiri.
6.
Seorang
guru harus memiliki tabiat, pembawaan, adat kebiasaan, rasa dan pemikiran murid-muridnya agar ia tidak keliru dalam
mendidik murid-muridnya.
7.
Seorang
guru harus menguasai mata pelajaran yang akan diberikannya, serta
memperdalam pengetahuannya sehingga mata pelajaran yang diajarkannya tidak
bersifat dangkal[30].
Imam
Al-Ghazali dalam nasehatnya kepada para pendidik, agar setiap pendidik memiliki
sifat-sifat sebagai berikut:
1. Seorang guru harus menaruh rasa kasih sayang terhadap
murid-muridnya dan memperlakukan mereka seperti perlakuan terhadap diri
sendiri.
2. Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terimakasih, tetapi
dengan mengajar itu ia bermaksud mencari keridhoan Allah dan mendekatkan diri
kepada-nya
3. Mencegah murid dari suatu akhlaq yang tidak baik dengan jalan
sindiran jika mungkin dengan terus terang, dengan jalan
halus dan jangan mencela.
4. Memperhatikan tingkat akal fikiran anak-anak dan berbicara dengan
mereka menurut kadar akalnya dan jangan menyampaikan sesuatu yang melebihi
tingkat daya tangkap para siswanya agar ia tidak lari dari pelajaran, atau
bicaralah dengan bahasa mereka.
5. Seorang guru harus mengamalkan ilmunya dan jangan berlainan kata
dengan perbuatannya[31].
Selanjutnya Abdullah Nasih Ulwan dalam bukunya
menyatakan bahwa seorang guru haruslah memilki sifat-sifat diantaranya adalah :
1.
Ikhlas[32],
pendidik hendaknya mengikhlaskan niatnya dalam mengajar semata-mata untuk
mendapatkan keridhoan Allah. Dengan keikhlasan seorang guru akan
selalu berusaha untuk mengawasi anak-anak secara edukatif secara terus menerus
karena ia yakin akan balasan dari Allah
karena keikhlasannya dalam mendidik.
2.
Taqwa, Pendidik diharapkan untuk selalu bertaqwa
kepada Allah di manapun dan
kapanpun dia berada. Jika pendidik tidak menghiasi dirinya dengan takwa, maka
prilaku dan mu’amalah yang berjalan pada metode Islam, maka anak-anak akan
tumbuh menyimpang[33].
hal tersebut disebabkan karna anak didik akan meniru orang yang mendidik dan
mengarahkannya telah berada dalam lumpur dosa, berselimut dengan kemungkaran.
Lebih
jelasnya, pendidik harus dapat menjadikan dirinya sebagai sosok teladan bagi
anak didiknya. Keteladanan tersebut bukan saja terbatas hanya pada sikap dan
prilaku, tetapi
juga mencakup kemampuan untuk membimbing dan memotivasi peserta didiknya, selain
itu juga guru harus memiliki kemampuan intelektual yang baik[34].
Bagi seorang pendidik juga harus mampu
memberikan pengaruh yang positif kepada anak-anak didiknya, untuk itu sebelum
terjun ke dunia pendidikan guru tersebut haruslah
berbekal dengan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan. Tanpa ilmu pendidik akan
sulit untuk menuntun dan membimbing anak didiknya menuju kepada kedewasaan yang
sempurna. Maka teori pendidikan dalam hal ini ilmu mendidik perlu dipelajari
secara sempurna bagi seorang pendidik agar tidak salah dalam meakukan
tugas-tugasnya.
Perbuatan mendidik bukanlah suatu perbuatan
yang sembarangan, karena menyangkut kehidupan dan nasib anak manusia untuk
kehidupan selanjutnya. Itulah sebabnya melaksanakan pendidikan merupakan tugas
moral yang tidak ringan. Ini berarti kesalahan sekecil apapun tidak dapat kita anggap enteng.
Salah satu kesalahan dalam mendidik adalah
kesalahan yang berasal dari kepribadian pendidik sendiri. Kesalahan ini tidak
mudah dibetulkan, karena mengoreksi struktur kepribadian dan sifat seseorang
tidaklah mudah, dan untuk memperbaiki kepribadiannya dan sifat prilakunya
pertama-tama memerlukan kesediaan dan kerelaan yang bersangkutan serta
memerlukan waktu yang lama.
Adapun
yang harus diperhatikan oleh pendidik adalah aspek kepribadian dan sifat
pendidik itu sendiri. Bagaimana seharusnya dia bersikap pada saat memberikan
bimbingan atau mendidik anak didiknya tersebut. Seperti yang diungkapkan di
atas, pendidik adalah seorang yang dewasa maka dia harus dapat mendewasakan
dirinya pada setiap keadaan baik dewasa dalam hal tingkah laku maupun dewasa
dalam berfikir.
Kedewasaan yang ada pada seorang pendidik
sangatlah mempengaruhi peserta didik untuk mencapai taraf sebuah kedewasaan.
Sebagaimana kita ketahui bersama guru adalah orang yang paling dekat dengan
anak didiknya, guru adalah orang yang selalu berada di tengah-tengah anak
didiknya. kedewasaan guru akan tertular kepada anak didiknya melaui interaksi
yang selalu dilakukan antara guru dan murid dalam pergaulannya sehari-hari. Dengan demikian seluruh gerak, tindak dan perbuatan guru haruslah
mencerminkan kedewasaan yang sempurna. Karena perbuatan apapun yang dilakukan
oleh guru menjadi sorotan sekaligus contoh bagi anak didiknya.
Seorang
pendidik haruslah memiliki kewibawaan yang terpancar dari dirinya terhadap anak didik.
Pendidik harus memiliki kewibawaan (kekuasaan batin mendidik) menghindari
kekuasaan lahir, yaitu kekuasaan yang semata-mata didasarkan kepada unsur
wewenang jabatan.
Seorang
guru juga harus memiliki keterbukaan psikologis[35].
Keterbukaan psikologis seorang guru ditandai dengan kesediaan guru dalam
membantu dan membimbing anak didiknya dan komunikasi yang cukup antara guru
tersebut dan anak didiknya.
Guru
yang terbuka secara psikologis akan menerima kritikan dari anak didiknya tanpa
ada perasaan dendam dan memiliki empati yang tinggi terhadap anak didiknya.
Keterbukaan psikologis ini akan mampu menciptakan suasana hubungan yang
harmonis antara guru dan muridnya, sehingga akan dapat mendorong anak didik
untuk mengembangkan dirinya dengan bebas tanpa adanya ganjalan.
Dalam
kegiatan belajar mengajar guru adalah seorang mediator antara pengetahuan dan keterampilan
dengan siswa yang membutuhkannya sangat berpengaruh pada hasil pembelajaran.
Sifat-sifat guru yang erat kaitannya dengan
pembelajaran diantaranya adalah :
1.
Karakteristik
intelektual guru yang meliputi potencial ability (kapasitas ranah cipta bawaan)
dan actual ability (kemampuan ranah cipta yang nyata.
2.
Kecakapan
ranah karsa guru, seperti tingkat kefasihan berbicara, tingkat
kecermatan menulis dan memperagakan keterampilan-keterampilan lainnya
3.
Karakteristik
ranah rasa guru yang meliputi tingkat minat, keadaan emosi
dan sikap terhadap siswa dan mata pelajaran sendiri
4.
Usia
guru yang berhubungan dengan bidang studi yang diemban misalnya
pengajaran yang berorientasi pada penanaman budi pekerti akan lebih cocok bila
dilakukan oleh guru yang berusia relatif lebih tua dari guru-guru lainnya.
5.
Jenis
kelamin guru yang berhubungan dengan bidang studi yang diemban. umpamanya
pengajaran bahasa dan kesenian akan lebih pas jika dilakukan oleh guru wanita
walaupun sebenarnya tidak mutlak[36].
Dalam
melaksanakan tugasnya guru hendaknya mengetahui tujuan pendidikan. Yang mana
tujuan akhir pendidikan harus ia sadari benar. Oleh karena itu seorang pendidik
harus mengetahui benar apa yang disebut manusia dewasa, sesuai
dengan tempat dan waktu.
Selain
itu pendidik harus mengenal anak didiknya dan menyayangi anak-anak didiknya[37].
Mengenal di sini bukan hanya terbatas mengenal nama, Lebih dari itu pendidik
harus menganal sifat dan karakteristik anak didiknya untuk memudahkan dalam
melakukan bimbingan.
Selanjutnya
dalam melakukan tugasnya guru harus memiliki suatu kesabaran dalam membantu
anak didiknya. Tanpa itu ia merupakan orang yang bertindak mekanis seperti
robot, atau
kadang-kadang di luar kesadarannya berlaku kurang cocok sebagai pendidik misalnya
tempramen.
Untuk
dapat membuat suatu pergaulan pendidikan yang serasi dan mudah berbicara pada
anak didik, maka ia harus dapat menyatu padukan dengan anak didiknya. Itu tidak
berarti bahwa ia luluh dalam kehidupan seorang atau beberapa orang anak
didiknya, ia harus dapat beridentifikasi tetapi itu tidak berarti bahwa ia
lupa akan dirinya dan berlaku seperti anak didiknya. Ia tetap harus seorang
dewasa tetapi menyesuaikan segala cara mendidiknya dengan dunia anak[38].
Dalam
dunia pendidikan guru dan murid akan berinteraksi dan berkomunikasi, dalam
arti komunikasi dua arah. Berkomunikasi berarti hubungan timbal balik seolah
bercakap-cakap antara kedua belah fihak.
Dalam
berkomunikasi, anak harus diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat sendiri
dan mencoba kemampuannya sendiri. Kegiatan pendidikan bukan berarti berkomunikasi sepihak
seolah-olah hanya gurulah yang paling pintar dan menguasi semuanya, maka ada
beberapa syarat dalam interaksi pedagogis, diantaranya
adalah:
1.
Rasa
tenang pada diri anak.
Suatu interaksi pedagogis hanya mungkin terjadi kalau pada anak didik ada suatu perasaan
bahwa ia dapat berkembang dengan tenang. Ketenangan sebagai akibat adanya suatu
perasaan pada diri anak didik bahwa
dirinya aman. Aman dalam arti karena ia percaya pada pendidiknya akan
memberikan suatu bantuan yang diperlukan kepadanya.
2.
Hadirnya
kewibawaan
Kewibawaan di sini adalah adanya perbedaan antara guru dan murid, yang
mana perbedaan tersebut akan menimbulkan kewibawaan pada diri pendidik
tersebut. Yang mana kewibawaan pendidik tersebut dapat memberikan pengaruh yang
positif terhadap peserta didik.
3.
Kesediaan
pendidik membantu anak didik.
Interaksi pedagogis akan terjadi apabila dari pihak pendidik ada
kesediaan atau kerelaan untuk membantu
anak didik. Syarat ini mutlak perlu karena tanpa kesediaan pendidik membantu anak didik perasaan aman pada anak
didik tidak akan hadir dan tentunya interaksi akan terganggu, dan
berakibat selanjutnya interaksi tidak akan berlanjut.
Dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, pada pasal 10
ayat 1 disebutkan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi social dan kompetensi professional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi[39].
Jadi seorang guru dalam menjalani profesinya harus memiliki keempat
kompetensi ini. Yang mana kompetensi pedagogik akan berguna bagi guru dalam
rangka memahami perbedaan individu peserta didik, merancang pembelajaran,
melaksanakan pembelajaran dan mengembangnkan peserta didik.
Dalam
proses belajar mengajar hendaklah guru
tahu prinsip dan penggunaan alat pendidikan. Ia harus tahu pula memilih mana
yang cocok untuk anak ini pada situasi
tertentu. Selanjutnya kesabaran dan kasih sayang sangat perlu bagi pendidik
dalam melakukan tugasnya.
Dalam
mendidik dan mengajar, guru haruslah mencurahkan kasih sayang terhadap
anak-anak didiknya, karena kasih sayang dapat mempengaruhi kehidupan rohaniah
dan jasmaniah[40].
Selain itu kasih sayang yang diberikan guru kepada anak didiknya juga akan
menyelamatkan anak dari sifat-sifat kerdil, karena anak didik yang kurang
mendapatkan kasih sayang dari gurunya akan merasa terkucilkan dari
teman-temannya yang lain.
Dalam
menjalani profesinya guru dituntut untuk berlaku jujur. Hilangnya sifat jujur
pada seorang guru akan menghilangkan kepercayaan manusia terhadap ilmunya dan
terhadap pengetahuan-pengatahuan yang akan disampaikan kepada mereka[41].
Selain itu ketidak jujuran seorang guru akan memberikan suatu pengaruh terhadap
psikologi anak didik. Seorang anak didik yang mengetahui ketidak jujuran
gurunya akan mengikuti sifat tersebut. Dalam waktu yang lama, sifat yang jelek
yang selalu didapati dari gurunya tersebut akan membentuk suatu karakter pada
anak tersebut.
Dalam
mendidik guru juga harus memiliki sifat sabar. Guru yang kehilangan sifat
sabarnya akan mengganggu aktifitasnya dalam mengajar. Guru yang kehilangan
sifat sabarnya akan merasakan tekanan batin, terlebih ketika ia sedang
melaksanakan tugasnya dalam mengajar[42].
Seorang
guru juga harus memiliki sifat percaya kepada anak didiknya[43].
seorang guru yang selalu menaruh prasangka yang tidak baik terhadap anak
didiknya dan selalu memata-matai perbuatan anak didiknya menandakan bahwa guru tersebut tidak menaruh
kepercayaan terhadapa anak didiknya. Hal
seperti ini akan menyebabkan guru tersebut selalu mencurigai anak didiknya dan
selalu memandangnya sebagai anak yang bersalah.
Guru
juga harus memiliki sifat suka tertawa
dan memberikan kesempatan tertawa bagi anak didiknya [44]. Akan tetapi hal ini jangan digunakan guru untuk
memperkosa hak-hak murid dalam menerima ilmu pengetahuan. Artinya, humor
tersebut janganlah digunakan terlalu berlebihan sehingga menghabiskan waktu
pelajaran, karena hal tersebut sangatlah merugikan bagi anak didik.
Dalam
menjalani profesinya guru haruslah benar-benar menguasai mata pelajaran yang
diajarkannya[45].
Untuk itu guru dituntut untuk selalu mengembangkan pengetahuannya.
Ketidakmampuan
guru dalam menguasai pelajaran akan mengakibatkan kesulitan guru tersebut dalam
menyampaikan pelajaran kepada anak didiknya, sehingga pengetahuan yang diterima
anak didik tidaklah maksimal. Selain itu guru yang kurang menguasai pelajaran
akan dihinggapi rasa bosan pada saat menyampaikan pelajaran dan akan mencari
kegiatan-kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan pelajaran tersebut.
Dengan
begitu besarnya peranan seorang pendidik dalam membimbing anak didiknya untuk
menjadi seorang yang dewasa maka seyogyanya guru memiliki sifat dan kepribadian
yang baik. Sifat dan kepribadian inilah yang kelak akan dicontoh anak didiknya
dan selalu berbekas dalam ingatan anak didiknya.
Berbicara
tentang sifat dan kepribadian, maka kita tidak terlepas dari masalah psikologi
seseorang. Kepribadian atau personality itu dinamis, tidak
statis atau tetap saja tanpa perubahan. Ia merupakan tingkah laku yang
terintegrasi dan merupakan interaksi antara kesanggupan-kesanggupan bawaan yang
ada pada individu dengan lingkungannya. Ia bersifat psikofisik yang berarti
baik faktor jasmaniah maupun rohaniah individu itu bersama-sama memegang
peranan penting dalam kepribadian[46].
Ada aspek-aspek dalam kepribadian seseorang
diantaranya adalah sifat-sifat kepribadian, intelegensi, pernyataan diri dan
cara dalam menerima kesan-kesan, kesehatan, bentuk tubuh, pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai (Values), Penguasaan, kuat lemahnya perasaan, dan Peranan (roles).
Seperti
yang dikatakan di atas bahwa kepribadian itu berkembang dan mengalami perubahan-perubahan. Tetapi di
dalam perkembangan itu makin terbentuklah pola-polanya
yang khas sehingga merupakan ciri-ciri yang unik bagi setiap individu[47].
B.
Telaah Penelitian Terdahulu
Penelitian
tentang pendidikan telah banyak
dilakukan, baik pemikiran pendidikan
umum ataupun pendidikan Islam. Adapun penelitian yang khusus meneliti
tentang Mahmud Yunus telah diteliti oleh Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Sultan
Syarif Kasim yang berjudul Metode
Pengajaran Menurut Mahmud Yunus Tesis ini ditulis oleh Aliadi Atan.
Aliadi
Atan dalam tesisnya memfokuskan tulisannya pada masalah Metode Pengajaran
menurut Mahmud Yunus. Dalam penelitian ini diungkapakan metode pengajaran
adalah aturan-aturan yang dilalui oleh guru dalam menyampaikan pelajarannya
agar pengetahuan itu dapat sampai kepada
pemikiran murid dengan bentuk yang baik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Menurut
Aliadi Atan, aspek yang terpenting dalam pengembangan dan peningkatan mutu
pendidikan, sehingga menghasilkan ilmu adalah dengan menggunakan metode
pengajaran yang baik dan benar.
Mahmud
Yunus melihat metode yang paling baik di dalam pengajaran adalah metode yang
dapat mengantarkan anak didik sampai kepada tujuan dengan jalan yang paling
singkat, dengan
penghematan tenaga, di mana tidak menjadikan murid terlalu susah dan tidak menyebabkan
kebosanan akalnya.
Abudinata
dalam bukunya “Tokoh-tokoh Pembaharuan Dalam Pendidikan islam” menuliskan
tentang riwayat singkat kehidupan dari Mahmud Yunus, usaha-usaha
dan pemikiran Mahmud Yunus dalam bidang pendidikan.
Berkaitan
dengan tujuan pendididkan, menurut Mahmud Yunus, seperti yang
ditulis oleh Abudinata, tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencerdaskan perseorangan dan
untuk kecakapan mengerjakan pekerjaan[48].
Dalam
hubungan ini, Mahmud Yunus menilai pendapat ulama tradisional yang mengatakan
bahwa tujuan pendidikan Islam hanyalah untuk beribadah dan sekadar untuk
mempelajari agama Islam adalah terlalu sempit, kurang dan
tidak sempurna. Karena menurutnya, beribadah itu merupakan salah satu perintah
Islam. Sedangkan pekerjaan duniawi yang menguatkan pengabdian kepada Allah juga
merupakan perintah Islam. Jadi dengan demikian pekerjaan duniawi termasuk
tujuan pendidikan Islam[49].
Salahuddin
Hamid dan Iskandar Ahza dalam bukunya 100 Tokoh Islam Paling Berpengaruh
Di Indonesia, juga menuliskan tentang riwayat hidup dari Mahmud Yunus dan juga
perjuangan Mahmud Yunus dari Normal
School sampai ADIA. Di dalam buku ini dikupas sekelumit tentang perjuangan
Mahmud Yunus disaat beliau mulai memperbaharui sistem pembelajaran di Jami’ah
Al Islamiyah dan juga disaat Mahmud Yunus mendirikan sebuah sekolah yang
kurikulumnya memadukan antara ilmu agama dan juga ilmu umum.
Dalam
Tulisannya, Salahuddin Hamid dan Iskandar Ahza juga mengemukakan perjuangan Mahmud Yunus dalam bidang pendidikan. Menurut beliau,
Mahmud Yunus kerap kali mengikuti sidang-sidang
Majlis yang diadakan di Timur Tengah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan
Islam di Indonesia. Selain itu buku ini juga memuat beberapa karangan dari Mahmud
Yunus, sebagai
pertanda bahwa beliau adalah seorang penulis yanga sangat produktif.
Suwito
dan Fauzan, dalam bukunya Sejarah Pemikiran Para tokoh Pendidikan menulis
tentang riwayat hidup dari Mahmud Yunus dan karangan-karangan beliau semasa
beliau hidup.
Dalam
tulisannya, Suwito dan Fauzan banyak mengangkat tentang metode pengajaran
Bahasa Arab menurut pemikiran Mahmud Yunus. Menurut pandangan Mahmud Yunus
metode pengajaran adalah serangkaian cara yang
ditempuh oleh seorang guru dalam menyampaikan pelajaran kepada murid-murid
terhadap berbagai jenis mata pelajaran. Jalan atau cara tersebut adalah
garis-garis yang direncanakan sebelum masuk ke dalam kelas dan
dilaksanakan dalam kelas waktu mengajar.
Menurut
Mahmud Yunus, seperti yang ditulis oleh Suwito dan Fauzan, yang
dimaksud dengan metode yang efektif dan efisien adalah metode yang dapat
mengantarkan pada tujuan pengajaran dengan hanya meluangkan sedikit waktu dan
tenaga. Atau dengan kata lain, dapat diungkapakan sebagai penghematan tenaga dan waktu dengan
membawa hasil yang cukup memuaskan, tidak
memberatkan guru, tidak menyusahkan murid, dan tidak
menimbulkan kejenuhan.
Metode
pengajaran dipandang Mahmud Yunus sebagai komponen
pendidikan yang sangat penting jika dibandingkan dengan komponen-komponen
pendidikan yang lain. Tapi hal itu bukan berarti komponen yang lain tidak perlu
atau diremehkan. Setiap komponen-komponen yang ada dalam pendidikan satu sama
lainnya sangat terkait dan menunjang.
Menurut
Suwito dan Fauzan, Mahmud Yunus mengemukakan metode-metode dalam pengajaran
bahasa Arab diantaranya adalah :
1.
Hendaklah
mengajar bahasa Arab itu dimulai dengan bercakap-cakap dan membaca. Jika hendak
mengajarkan bahsa Arab hendaklah diajarkan murid bercakap-cakap dan membaca
lebih dahulu. Percakapan yang mula-mula adalah dari hal dan alat yang biasa di lihat
murid-murid.
2.
Hendaklah
disertakan nama barang dengan barangnya dan kalimat dengan maknanya, dengan
tiada memakai bahasa Indonesia. Yakni jangan diartikan bahasa Arab dengan
bahasa Indonesia atau dengan perkataan lain, jangan
diajarkan bahasa asing itu dengan memakai terjemahan, kecuali
terpaksa.
3.
Hendaklah
diajarkan kepada murid-murid kalimat yang mengandung pengertian, bukan
kata-kata saja, jika hendak mengajarkan kata-kata baru dalam bahasa Arab, hendaklah
dipergunakan dalam kalimat supaya murid-murid memakai kata-kata itu pada
tempatnya.
4.
Mengajarkan
nahwu shorof pada mulanya tiada dipentingkan, melainkan disambilkan waktu belajar
bercakap-cakap dan membaca. Oleh sebab itu, nahwu shorof diajarkan waktu
bercakap-cakap dan membaca dengan jalan meniru dan meneladani. Setelah murid
pandai bercakap-cakap terangkanlah kaidah nahwu shorof mana yang perlu dan
penting.
5.
Untuk
pelajaran bahasa Arab hendaklah diadakan latihan dengan lisan dan tulisan
supaya murid-murid dapat mengulang pelajarannya.
6.
Hendaklah
pelajaran bahasa Arab itu menarik, biasanya mengulang-ulang pelajaran membosankan, tidak
menarik bagi murid-murid. Oleh sebab itu, hendaklah
mengulangnya dengan berbagai macam metode
dan alat peraga.
[2] Samsul Nizar, Filsafat
Pendidikan Islam, Ciputat Press, Jakarta, 2002, h. 41
[3] Ngainun Naim, Menjadi
Guru Inspiratif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, h. 5
[6] Uyoh Sadulloh, Pedagogik,
Alfabeta, Bandung, 2010, h. 129.
[7] Muhibbinsyah, Psikologi
Pendidikan, Remaja Rosydakarya, Bandung, 2010, h. 222.
[9] Ibid., h. 233
[10] Fuad Ihsan, Dasar-dasar
Kependidikan, PT Rineka Cipta,
Jakarta, 1995, h. 8.
[11].Ahmad D Marimba, Pengantar
Filsafat Pendidikan Islam, PT Al-Ma’arif, Bandung, 1962, h. 39.
[12]Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam, Rajawali Press, Jakarta, 2005, h. 165.
[14] Tohirin, op.cit.,
h. 166.
[15] Sudarwan Danim dan H. Khairil, Psikologi
Pendidikan ( Dalam Perspektif Baru, Alfabeta, Bandung, 2010, h. 159.
[16]
Edi Suardi, Pedagogik,
Angkasa Offset, Bandung, 1979, h. 23
[17] Ibid.,
h. 24
[20] Aspek psikologis
yang dimaksud disini adalah psikologi pendidikan, karena menurut penulis,
apabila kita berbicara tentang pendidikan, maka kita tidak terlepas dari aspek
psikologi pendidikan.
[21] Uyoh
Sadulloh., op. cit, h. 2.
[24]
Sudarwan Danim
dan Khairil, Psikologi Pendidikan ( dalam perspektif baru), op. cit, h.
1
[25]
Ngalim Puwanto,
Psikologi Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003, h. 1
[26]
Muhibbinsyah., op.
cit, h. 13
[29] Sudarwan Danim
dan H. Khairil, op. cit., h. 157
[30] Hamdani Ihsan
dan H.A Fuad Ihsan,Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Setia, Bandung,
2007, h. 105.
[31] Ibid,.
h. 105
[32] Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulad, terjemahan Saifullah Kamali dan
Hery Noer Ali, Asy-syfa’, Bandung, h.
177
[33]
Ibid., h. 181
[34] Jalaluddin, Teologi
Pendidikan, Rajawali Pers,
Jakarta, 2003, h. 143.
[35] Muhibbinsyah.,
op. cit, h. 227.
[37]Balnadi
Sutadipura, Aneka Problema Keguruan, Penerbit Angkasa, Bandung, 1983 , h. 45.
[38] Uyoh Sadulloh, op. cit., h. 135.
[39]
UU No 14 tauhun 2005 pasal 10 ayat 1
[41] Fuad Asy
Syalhub, Guruku Muhammad saw, Gema Insani Press, Jakarta, 2006, h. 8
[42] Ibid.,
h. 38
[43]
Abu Bakar
Muhammad, Pedoman Pendidikan dan Pengajaran, Usaha Nasional, Surabaya,
1981, h. 30
[44] Ngalim
Purwanto, Ibid., h. 143
[46] Ibid.,
h. 156.
[48] Abudinata, Tokoh-tokoh
Pembaharuan Pendidikan Dalam Islam,
Rineka Cipta, Jakarta, 2002, h. 62.
[49] Ibid.,
h. 62.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar