Rabu, 18 Januari 2012

Pemikiran Pendidikan Sufistik

Pemikiran Pendidikan Sufistik
A. Pendahuluan
Tasauf atau Sifisme adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihkan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi. Tasauf pada awalnya merupakan gerakan zuhud ( menjauhi hal duniawi ) dalam islam, dan dalam perkembangannya melahirkan mistisme Islam.
Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata sufi. Pandangan yang umum adalah kata itu berasal dari Suf  , bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada Jubah sederhana yang dikenakan oleh asetik Muslim. Namun tidak semua sufi yang mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari sufi adalah safa yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada Sufisme pada kemurnian hati dan akhlaq. Teori lain mengatakan bahwa tasauf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan.
Al quran pada permulaan Islam diajarkan cukup menuntun kehidupan batin umat Muslimin yang saat itu jumlahnya terbatas. Lambat laun dengan bertambah luasnya daerah dan pemeluknya, Islam menampung perasaan-perasaan dari luar, dari pemeluk-pemeluk yang sebelum masuk Islam sudah menganut agama-agama yang kuat ajaran kebatinannya dan telah mengikuti ajaran mistik., keyakinan mencari-cari hubungan seseorang dengan ketuhanan dalam berbagai bentuk dan corak yang dientukan oleh agama masing-masing. 
Paham tasauf terbentuk dari dua unsur, yaitu
1. Perasaan kebatinan yang ada pada sementara orang Islam sejak awal perkembangan agama Islam.
2. Adat atau kebiasaan orang Islam baru yang bersumber dari agama-agama non Islam dan berbagai faham mistik. Oleh karenanya faham tasauf itu bukan ajara Islam walaupun  tidak sedikit unsur-unsur ajaran Islam, dengan kata lain dalam agama Islam tidak ada faham Tasauf walaupun tidak sedikit jumlah orang Islam yang menganutnya
Tasauf dan sufi berasal dari kota Bashrah di Negeri Irak[1].Dan Karena suka mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba ( Shuuf ) maka mereka disebut  “ Sufi “. Soal hakikat dari tasauf tersebut bukanah ajaran dari Rasulullah  SAW dan bukan pula warisan dari Ali Bin Abi Thalib ra. Menurut Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir berkata : “ tatkala kita menelusuri ajaran sufi periode pertama dan terakhir , dan juga perkataan-perkataan mereka, baik yang keluar dari lisan ataupun yang terdapat dalam buku-buku terdahulu dan terkini mereka, sangatlah berbeda dengan ajaran Al quran dan as sunnah[2].
Dan kita tidak pernah melihat asal usul ajaran sufi ini didalam sejarah pemimpin umat manusia, Muhammad saw, dan juga dalam sejarah sahabatnya  yang mulia, serta mahkluk-makhluk pilihan Allah ta’ala dialam semesta ini. Bahkan sebaliknya, kita melihat bahwa ajaran sufi ini diambil dan diwarisi oleh kerahiban Nashrani, Brahma Hindu, ibadah Yahudi dan zuhud Budha
 B .Tasauf Dan ilmu Pengetahuan
            Ilmu dizaman Yunani diberi citra, bahkan identik dengan filsafat. Tasauf juga sebagai  ilmu diarahkan untuk kepentingan agama ( Kristiani), baru mendapat kemandiriannya  semenjak adanya gerakan  Renaisessance. Semenjak itu  manusia merasa manusia merasa bebas, tidak mempunyai komitmen dengan apa atau siapapun, selain komitmen dengan dirinya sendiri untuk mempertahankan kebebasannya dalam menentukan cara dan sarana dan menuju kehidupan yang hendak dicapai.
Salah satu dari banyak kaum Sufi yang melahirkan Pendidikan.
            Al Kindi
            Konsep Filsafat Al Kindi mengenai etika kaitannya dengan kaitannya dengan pendidikan seperti yang kita ketahui, al Kindi menganggap bahwa tujuan akhir filsafat terletak pada hubungan-hubungannya dengan moralitas. Sedangkan tujuan dari filosof  adalah untuk mengetahui kebenaran dan kemudian berbuat sesuai dengan kebenaran tersebut. Dengan demikian kearifan, perbuatan dan  renungan sebagai aspirasi tertinggi menusia terpadu dalam dirinya, tanpa menyamakan pengetahuan dan kebijaksanaan seperti yang dilakukan Sokrates.
            Oleh karena itu menurut al Kindi sendiri maksud ilmu pengetahuan etika ialah untuk memperoleh kebijakan dan menghindari keburukan. Pengetahuan tidak hanya untuk membedakan anatara kebaikan dan keburukan, tetapi turut membantu kemurnian jiwa yang merupakan satu-satunya cara untuk menyatukan kedua hal tersebut. Dan konsepsi kefilsafatan al Kindi juga tidak terlepas dari al Quran dan al hadist. Melihat pemaparan pemikiran al Kindi diatas ketika kita sambungkan dengan pendidikan bisa disimpulkan yang pertama dan utama tugas pendidik kepada peserta didik adalah penanaman etika dulu dengan cara perbaikan jiwa atau nafs.



Al Ghazali
            Pemikiran tentang pendidikan Al Ghazali adalah orang yang banyak mencurahkan perhatiannya terhadap bidang pengajaran dan pendidikan. Oleh karena itu ia melihat bahwa ilmu itu sendiri adalah keutamaan dan melebihi segalanya. Oleh sebab itu menguasai ilmu baginya termasuk tujuan pendidikan dengan melihat nilai-nilai yang dikandungnya dan karena ilmu merupakan jalan yang akan mengantarkan anda kepada kebahagiaam diakhirat serta sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Oleh karena itu al Ghazali menyimpulkan bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan  dalam bentuk pengajaran secara bertahap dimana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat. Maka sistem pendidikan itu haruslah mempunyai sifat yang mengarah kan kepada tujuan yang jelas. Mengingat pendidikan itu penting bagi kita , maka al ghazali menjelaskan juga tentang tujuan pendidikan , yaitu :
1.      Mendekatkan diri kepada Allah, yang wujudnya adalah kemampuan dan kesadaran diri dalam melaksanakan ibadah wajib dan sunnah
2.      Menggali dan mengembangkan potnsi fitrah manusia
3.      Mewujudkan profesionalitas manusia untuk mengemban tugas keduniaan dengan sebaik-baiknya.
4.      Membentuk manusia yang berakhlaq mulia, suci jiwanya dari kerendahan budi dan sifat-sifat tercela.
5.      Mengembangkan sifat-sifat manusia yang utama, sehingga menjadi manusia yang manusiawi
Bertolak dari pengertian pendidikan menurut al Ghazali, dapat dimengerti bahwa pendidikan merupakan alat bagi tercapainya suatu tujuan. Pendidikan dalam prosesnya memerlukan alat, yaitu pengajaran atau ta’lim. Sejak awal kelahiran manusia sampai akhir hayatnya kita selalu berganutng pada orang lain. Dalam pendidikan ini, orang (manusia ) yang bergantung disebut murid, sedangkan yang menjadi  tempat bergantung disebut guru. Murid dan guru inilah  yang disebut dengan subyek pendidikan. Oleh karena itu arahan pendidikan al Ghazali menuju manusia sempurna yang dapat mencapai tujuan hidupnya yakni kebahagiaan dunia akhirat yang hal ini berlangsung hingga akhir hayatnya. Hal ini berarti bahwa manusia hidup selalu berkedudukan sebagai murid.
Kurikulum menurut pendidikan al Ghazali adalah materi keilmuan yang disampaikan kepada murid hendaknya secara berurutan, mulai dari hafalan dengan baik mengerti, memahami, meyakini dan membenarkan terhadap apa  yang diterimanya sebagai pengetahuan tanpa memerlukan bukti atau dalil. Sehingga dengan pentahapan ini melahirkan metode khusus pendidikan, menurut al Ghazali yaitu :
1.      Metode khusus pendidikan agama
Menurut al Ghazali pada prinsipnya dimulai dengan hafalan dan pemahaman, kemudian dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu penegakan dalil-dalil dan keterangan yang bisa menunjang aqidah
2. Metode khusus pendidikan akhlaq
     Akhlaq menurut al ghazali ialah suatu sikap yang mengakar dalam jiwanya yang melahirkan berbagai perbuatan tanpa adanya pertimbangan dan pemikiran terlebih dahulu.
Dengan adanya metode tersebut, maka al Ghazali menyimpulkan bahwa pendidikan harus mengarah kepada pembentukan  akhlaq mulia, sehingga ia menjadikan al quran sebagai kurikulum dasar pendidikan. Ia juga menyimpulkan bahwa tujuan akhir pembinaan itu ada dua, yaitu :
·       Kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah
·      Kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiaan dunia akhirat




[1] Athoullah Ahmad, Diktat Ilmu Akhlaq dan Ilmu tasauf, Fakultas Syariah IAIN Sunan Gunung Jati , Serang, 1985
[2] Dinukil dari kitab Haqiqatu Thashawwuf karya Asy Syaikh Dr Shalih bin fauzan

Tidak ada komentar: