Pemikiran
Pendidikan Sufistik
A. Pendahuluan
Tasauf atau Sifisme adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara
menyucikan jiwa, menjernihkan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk
memperoleh kebahagiaan yang abadi. Tasauf pada awalnya merupakan gerakan zuhud
( menjauhi hal duniawi ) dalam islam, dan dalam perkembangannya melahirkan
mistisme Islam.
Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata sufi. Pandangan
yang umum adalah kata itu berasal dari Suf , bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada Jubah
sederhana yang dikenakan oleh asetik Muslim. Namun tidak semua sufi yang
mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan
bahwa akar kata dari sufi adalah safa yang berarti kemurnian. Hal ini
menaruh penekanan pada Sufisme pada kemurnian hati dan akhlaq. Teori lain
mengatakan bahwa tasauf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu
ketuhanan.
Al quran pada permulaan Islam diajarkan cukup menuntun kehidupan
batin umat Muslimin yang saat itu jumlahnya terbatas. Lambat laun dengan
bertambah luasnya daerah dan pemeluknya, Islam menampung perasaan-perasaan dari
luar, dari pemeluk-pemeluk yang sebelum masuk Islam sudah menganut agama-agama
yang kuat ajaran kebatinannya dan telah mengikuti ajaran mistik., keyakinan
mencari-cari hubungan seseorang dengan ketuhanan dalam berbagai bentuk dan
corak yang dientukan oleh agama masing-masing.
Paham tasauf terbentuk dari dua unsur, yaitu
1. Perasaan
kebatinan yang ada pada sementara orang Islam sejak awal perkembangan agama
Islam.
2. Adat atau
kebiasaan orang Islam baru yang bersumber dari agama-agama non Islam dan
berbagai faham mistik. Oleh karenanya faham tasauf itu bukan ajara Islam
walaupun tidak sedikit unsur-unsur
ajaran Islam, dengan kata lain dalam agama Islam tidak ada faham Tasauf
walaupun tidak sedikit jumlah orang Islam yang menganutnya
Tasauf dan sufi berasal dari kota Bashrah di Negeri Irak[1].Dan
Karena suka mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba ( Shuuf ) maka
mereka disebut “ Sufi “. Soal hakikat
dari tasauf tersebut bukanah ajaran dari Rasulullah SAW dan bukan pula warisan dari Ali Bin Abi
Thalib ra. Menurut Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir berkata : “ tatkala kita
menelusuri ajaran sufi periode pertama dan terakhir , dan juga
perkataan-perkataan mereka, baik yang keluar dari lisan ataupun yang terdapat
dalam buku-buku terdahulu dan terkini mereka, sangatlah berbeda dengan ajaran
Al quran dan as sunnah[2].
Dan kita tidak pernah melihat asal usul ajaran sufi ini didalam
sejarah pemimpin umat manusia, Muhammad saw, dan juga dalam sejarah sahabatnya yang mulia, serta mahkluk-makhluk pilihan
Allah ta’ala dialam semesta ini. Bahkan sebaliknya, kita melihat bahwa ajaran
sufi ini diambil dan diwarisi oleh kerahiban Nashrani, Brahma Hindu, ibadah
Yahudi dan zuhud Budha
B .Tasauf Dan ilmu
Pengetahuan
Ilmu dizaman Yunani diberi citra, bahkan identik dengan filsafat.
Tasauf juga sebagai ilmu diarahkan untuk
kepentingan agama ( Kristiani), baru mendapat kemandiriannya semenjak adanya gerakan Renaisessance. Semenjak itu manusia merasa manusia merasa bebas, tidak mempunyai
komitmen dengan apa atau siapapun, selain komitmen dengan dirinya sendiri untuk
mempertahankan kebebasannya dalam menentukan cara dan sarana dan menuju
kehidupan yang hendak dicapai.
Salah satu dari banyak kaum Sufi yang melahirkan Pendidikan.
Al Kindi
Konsep Filsafat Al
Kindi mengenai etika kaitannya dengan kaitannya dengan pendidikan seperti yang
kita ketahui, al Kindi menganggap bahwa tujuan akhir filsafat terletak pada
hubungan-hubungannya dengan moralitas. Sedangkan tujuan dari filosof adalah untuk mengetahui kebenaran dan
kemudian berbuat sesuai dengan kebenaran tersebut. Dengan demikian kearifan,
perbuatan dan renungan sebagai aspirasi
tertinggi menusia terpadu dalam dirinya, tanpa menyamakan pengetahuan dan
kebijaksanaan seperti yang dilakukan Sokrates.
Oleh karena itu
menurut al Kindi sendiri maksud ilmu pengetahuan etika ialah untuk memperoleh
kebijakan dan menghindari keburukan. Pengetahuan tidak hanya untuk membedakan
anatara kebaikan dan keburukan, tetapi turut membantu kemurnian jiwa yang
merupakan satu-satunya cara untuk menyatukan kedua hal tersebut. Dan konsepsi
kefilsafatan al Kindi juga tidak terlepas dari al Quran dan al hadist. Melihat
pemaparan pemikiran al Kindi diatas ketika kita sambungkan dengan pendidikan
bisa disimpulkan yang pertama dan utama tugas pendidik kepada peserta didik
adalah penanaman etika dulu dengan cara perbaikan jiwa atau nafs.
Al Ghazali
Pemikiran tentang
pendidikan Al Ghazali adalah orang yang banyak mencurahkan perhatiannya
terhadap bidang pengajaran dan pendidikan. Oleh karena itu ia melihat bahwa
ilmu itu sendiri adalah keutamaan dan melebihi segalanya. Oleh sebab itu
menguasai ilmu baginya termasuk tujuan pendidikan dengan melihat nilai-nilai
yang dikandungnya dan karena ilmu merupakan jalan yang akan mengantarkan anda
kepada kebahagiaam diakhirat serta sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada
Allah.
Oleh karena itu al Ghazali menyimpulkan bahwa pendidikan adalah
proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya
melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap
dimana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat.
Maka sistem pendidikan itu haruslah mempunyai sifat yang mengarah kan kepada
tujuan yang jelas. Mengingat pendidikan itu penting bagi kita , maka al ghazali
menjelaskan juga tentang tujuan pendidikan , yaitu :
1.
Mendekatkan
diri kepada Allah, yang wujudnya adalah kemampuan dan kesadaran diri dalam
melaksanakan ibadah wajib dan sunnah
2.
Menggali
dan mengembangkan potnsi fitrah manusia
3.
Mewujudkan
profesionalitas manusia untuk mengemban tugas keduniaan dengan sebaik-baiknya.
4.
Membentuk
manusia yang berakhlaq mulia, suci jiwanya dari kerendahan budi dan sifat-sifat
tercela.
5.
Mengembangkan
sifat-sifat manusia yang utama, sehingga menjadi manusia yang manusiawi
Bertolak dari pengertian pendidikan menurut al Ghazali, dapat
dimengerti bahwa pendidikan merupakan alat bagi tercapainya suatu tujuan.
Pendidikan dalam prosesnya memerlukan alat, yaitu pengajaran atau ta’lim. Sejak
awal kelahiran manusia sampai akhir hayatnya kita selalu berganutng pada orang
lain. Dalam pendidikan ini, orang (manusia ) yang bergantung disebut murid, sedangkan yang
menjadi tempat bergantung disebut guru.
Murid dan guru inilah yang disebut
dengan subyek pendidikan. Oleh karena itu arahan pendidikan al Ghazali menuju
manusia sempurna yang dapat mencapai tujuan hidupnya yakni kebahagiaan dunia
akhirat yang hal ini berlangsung hingga akhir hayatnya. Hal ini berarti bahwa
manusia hidup selalu berkedudukan sebagai murid.
Kurikulum menurut pendidikan al Ghazali adalah
materi keilmuan yang disampaikan kepada murid hendaknya secara berurutan, mulai
dari hafalan dengan baik mengerti, memahami, meyakini dan membenarkan terhadap
apa yang diterimanya sebagai pengetahuan
tanpa memerlukan bukti atau dalil. Sehingga dengan pentahapan ini melahirkan
metode khusus pendidikan, menurut al
Ghazali yaitu :
1.
Metode
khusus pendidikan agama
Menurut
al Ghazali pada prinsipnya dimulai dengan hafalan dan pemahaman, kemudian dilanjutkan
dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu penegakan dalil-dalil dan
keterangan yang bisa menunjang aqidah
2. Metode khusus pendidikan akhlaq
Akhlaq menurut al ghazali
ialah suatu sikap yang mengakar dalam jiwanya yang melahirkan berbagai perbuatan
tanpa adanya pertimbangan dan pemikiran terlebih dahulu.
Dengan
adanya metode tersebut, maka al Ghazali menyimpulkan bahwa pendidikan harus
mengarah kepada pembentukan akhlaq
mulia, sehingga ia menjadikan al quran sebagai kurikulum dasar pendidikan. Ia
juga menyimpulkan bahwa tujuan akhir pembinaan itu ada dua, yaitu :
· Kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah
· Kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiaan dunia akhirat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar