Pendahuluan
Pendidikan merupakan sesuatu keharusan
bagi manusia,tingkat kemuliaan akan didapatkan oleh manusia tergantung dari
sejauh mana manusia tersebut dapat menerima pendidikan dan sejauh mana pula
manusia dapat mengaplikasikan hasil pendidikan (ilmu pengetahuan ) dalam
kehidupannya bermasyarakat dan bernegara
Berbicara tentang pendidikan kita
tidak bisa terlepas dari perkembangan pendidikan itu dari masa kemasa dan dari
generasi kegenerasi. Kita akui bahwasannya pendidikan Khususnya diIndonesia
dari waktu-kewaktu mengalami kemajuan dan inovasi dalam berbagai macam
bidang.Hal ini tidak terlepas dari jasa-jasa pemikir kita yang telah
mencurahkan segala kemampuannya untuk memajukan system pendidikan di Indonesia
Salah seorang pemikir dalam bidang
pendidikan adalah Dr Muhammad Nasir yang memberi pandangan dan pemikiran terhadap pendidikan. Sebagai
salah satu bentuk kepedulian Muhammad Nasir terhadap pendidikan adalah konsep
pendidikan yang universal,integral dan harmonis.Yang mana dari konsep tersebut
akan menghasilkan manusia yang benar-benar mengabdi kepada Allah dalam arti
yang seluas luasnya,dengan misi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dalam makalah yang singkat ini penulis
akan mencoba untuk mengungkap pola-pola pemikiran Muhammad Nasir dalam rangka
memajukan pendidikan nasional kita. Karena tanpa adanya pendidikan mustahil
kita akan terbebas dari jerat-jerat kejahilan dan juga tidak akan dapat
mengangkat harkat dan martabat Negara
dimata masyarakat dunia
PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF
MOHAMMAD NATSIR
A.
Biografi
Muhammad Nasir
Muhammad
Nasir atau almarhum MUhammad Nasir bin Idris Sutan Saripado (lahir di Alahan
Panjang,Sumatra Barat ,tahun 17-7 1908),adalah seorang negarawan muslim,ulama
dan intelektual,pembaharu dan ahli siasah muslim nusantara yang disegani. Hidupnya
penuh dengan kegiatan yang berfaedah dan membina umat. Muhammad Nasir bukan
hanya berjasa dengan Negara ini melalui kegiatan sosial dan siasah sampai pernah menjadi
Perdana Mentri Indonesia,serta dakwahnya,dengan
terasasnya Majlis Dakwah Indonesia,bahkan ia juga berjasa dalam bidang Islam
peringkat antar bangsa sampai ia mendapat Kurnia Raja Faisal.
Raja Faisal sendiri kemudian menganugerahkan
“Faisal Award” sebagaimana ia juga memberikannya kepada Syaikh Abul A’la Al
Maududi, Syaikh Abdullah Ibnu Baz, Syaikh Abul Hasan An Nadawi dan lain-lain
atas jasa-jasanya dalam berkhidmat kepada dunia Islam.
Peta biografi M. Natsir telah banyak ditulis oleh
berbagai kalangan baik akademisi maupun non akademisi dari beragam sisi.
Keberagaman sisi itu menunjukkan betapa luasnya bidang perjuangan yang ia
geluti. Salah satu hal yang cukup menarik untuk dikaji dalam hal ini adalah
pemikiran beliau tentang pendidikan dan sains (ilmu pengetahuan). Topik ini
akan senantiasa relevan untuk terus dikaji, bukan hanya karena masalah
pendidikan masih menjadi isu sentral ditengah-tengah usaha umat memperbaiki
kondisi negara yang sakit, lebih dari itu pengakuan Natsir sendiri menyebutkan
bahwa ranah perjuangan pertama yang digelutinya adalah dalam dunia pendidikan.
Dihadapan para guru Pendis (Pendidikan Islam)
Medan 20 September 1951 Natsir mengatakan; “Sekarang saya berada
ditengah-tengah saudara-saudara yang rasanya saya berada kembali pada tangga
saya sendiri. Sebab takkala saya keluar dari bangku pelajaran, maka yang
mula-mula saya hadapi dalam lapangan pekerjaan dan perjuangan, ialah lapangan
pendidikan Islam.
Pengkajian tentang pendidikan dalam prespektif
Natsir akan semakin terasa lengkap jika pemikiran beliau tentang sains ikut
diurai. Hal itu karena Natsir terkenal dengan sosok legendaries di dunia pendidikan
yang tidak membeda-bedakan antara sains Barat atau Timur selama itu adalah al
haq (kebenaran).
Ketika berumur delapan tahun,Muhammad Nasir belajar
pada HIS (Hollandesch Inlandsche School ) Adabiyah diPadang dan tinggal bersama
Mak Ciknya. Kemudian dia dipindahkan oleh orang tuanya ke HIS pemerintah di Solok dan tinggal
dirumah Haji Musa[1],seorang
Saudagar .Disini dia menerima cukup banyak ilmu. Pada malam hari ia mengaji
Al-quran,pagi hari belajar pada HIS dan
sore hari belajar di Madrasah.[2]
Pada tahun 1923 Muhammad Nasir meneruskan sekolah
ke MULO di Padang. Disini ia menjadi anggota JIB( Jong Islaminten Bond) cabang
Padang. Pada tahun 1927 ia melanjutkan ke AMS (Aglamenene
Middelbare School) di Bandung. DiMULO dan AMS ia mendapatkan beasiswa dari pemerintah
Belanda. Selama di AMS ia tertarik untuk menekuni ilmu pengetahuan agama. Waktu
luangnya digunakan untuk menekuni ilmu agama
pada persatuan Islam dibawah bimbingan Ust A.Hassan.[3]
Di sekolah MULO itulah dia pertama kali merasakan
duduk bersama dalam satu kelas dengan murid-murid bangsa Belanda. Sebelum itu
dia sebagai murid HIS menyangka,bahwa anak-anak Belanda itu ialah sejenis
menusia yang melebihi kita dalam semua soal. Lebih pintar,lebih berani,lebih
dalam segala hal. Memang dalam masyarakat,golongan Belanda itu hidupnya
terpisah dari kita. Mereka dianggap sebagai semacam “orang-orang cabang atas”.
Belanda administrator kebun disebut “Tuan Besar” oleh mandor dan kuli-kulinya.[4]
Bagaimana
sesudah Natsir duduk bersama-sama dalam satu kelas dengan anak-anak
Belanda? Ternyata warna kulit mereka itu tidak menjamin,bahwa mereka lebih dari
kita bangsa kulit sawo dalam segala hal. Diantara mereka benyak juga yang
ketinggalan dikelas setiap tahun. Ada yang bahasa Belandanya kocar kacir,tidak
karuan dan lain-lain. Tetapi congkaknya dan lagaknya terus saja besar. Kita ini
mereka namakan dengan nama yang dirasakan ejekan diwaktu itu yaitu
“inlanders”,artinya bumi putra yang kotor-kotor.[5]
Sejak sekolah di MULO.ia sudah mulai mengenal
semangat perjuangan. Ia masuk menjadi anggota kepanduan pada JIB cabang Bandung dan kemudian diangkat menjadi
ketua (1928-1932). Minatnya terhadap politik,perhatiannya terhadap nasib
bangsanya yang tertindas dan tekadnya untuk meluruskan salah fahaman umat
terhadap ajaran agama,telah melibatkan dirinya dalam bidang politik dan dakwah
serta menolak setiap tawaran dari pemerintah Belanda,seperti meneruskan sekolah
ke Fakultas Hukum Jakarta,Fakultas ekonomi Rotterdam Belanda atau menjadi
pegawai pemerintah. Kegiatan politiknya terus berkembang setelah lebih jauh
berkenalan dengan tokoh-tokoh pemikiran politik seperti H Agus Salim,Wihono
Purbahdijoyo,dan Syamsu Rijal. Karena kegigihannya dalam perjuangan,pada masa
kemerdekaan ia menduduki jabatan-jabatan penting dalam Pemerintahan Republik
Indonesia.[6]
Sejak tahun 1932-1942,Muhammad Natsir diangkat
sebagai direktur Pendidikan Islam Bandung;dari tahun 1942 sampai 1945,sebagai
kepala Biro Pendidikan Kotamadia Bandung; dan dari tahun 1945 sampai 1946
sebagai anggota badan pekerja KNIP dan
kemudian menjadi wakil ketua badan ini.Pada tahun 1946 (kabinet Sjahrir ke-2
dan ke-3)dan tahun 1949 (Kabinet Hatta Ke-1) ia menjadi Perdana Mentri
Penerangan RI; dan dari tahun 1949 sampai 1958 ia diangkat menjadi ketua umum Partai Masyumi. Sejak tahun 1950 sampai
1951 ia menjadi Perdana mentri Negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam pemilu
tahun1955 ia terpilih menjadi anggota DPR. Dari tahun 1956 hingga 1958 ia
menjadi anggota konstituante RI,dan sejak tahun 1958 menjadi deputi perdana
mentri PRRI,sampai akhirnya pada tahun 1960 ditangkap oleh pemerintah dengan tuduhan
ikut terlibat dalam pemberontajan PRRI. Sejak tahun 1962 sampai dengan tahun1966 ia ditahan dirumah
tahanan militer Keagungan Jakarta. Sejak dibebaskan dari tahanan,dia aktif
dalam organisasi-organisasi islam ,seperti pada Kongres Muslim Sedunia pada tahun 1967 yang bermarkas di
Karachi,sebagai wakil presiden.
Pada tahun 1976 ia menjadi anggota Dewan Masjid
sedunia yang bermarkas di Makkah. Adapun
di Indonesia sejak tahun 1967 sampai dengan usia tuanya ia dipercaya menjadi
ketua DDII. Disamping kegiatan dan jabatan diatas ,ada beberapa kegiatan dan
jabatan lainnya yang sempat dijalaninya,seperti sebagai penulis artikel pada
majalah Pembela Islam,dan Suara
Republik,penasehat delegasi Indonesia dalam perundingan antara Indonesia dan Belanda,serta
penasehat SBII.[7]
Kebiasaan menulis
Muhammad Natsir sudah dimulai sejak sekolah di AMS. Pada waktu menduduki
kelas IV AMS ia menulis sebuah analisis tentang “ Pengaruh Penanaman Tebu dan
Pabrik Gula bagi Rakyat di Pulau Jawa,” terdorong oleh kemauannya untuk membela
Islam dari pihak yang merendahkannya dan
untuk memberikan pemahaman yang tepat tentang Islam ,ia menulis
artikel-artikel,seperti Muhammad als Profeet dan Quran en Evangelie pada tahun
1929. Pada tahun 1931 ia menulis Kon tot
Het Gebed dan Kebangsaan Muslimin. Tahun 1932 ia menulis De Islamietische
Vrouw en Haar Recht. Buku-buku lainnya ialah Fiqh ad-Da’wah,Capita
selecta,Kebudayaan Islam dan ad-Din au al-ladiniyyah
B. Makna dan urgensi
Pendidikan Menurut Mohamad Natsir.
Islam adalah agama pendidikan dan pencerdasan
umat,demikianlah pandangan Natsir. Pandangan ini terlihat dari tulisan Natsir
ketika membantah buku yang ditulis Dr.I.J.Brugmas yang berjudul Geschiendenis
vat Onderwijs in Ned Indie( Sjarah Pendidikan di Hindia Belanda ) yang
mengatakan bahwa islam adalah agama penakluk yang disebarkan dengan pedang.
Untuk menangkis kesimpulan itu, Natsir membuat tulisan dengan judul “Hakikat
Agama Islam”. Dalam tulisan ini Natsir menjelaskan secara panjang lebar bahwa
islam tidak dapat dikatakan sebagai agama yang tersebar dengan pedang lantaran
ia memiliki syariat tentang jihad. Islam harus dilihat secara konfrehensip
dimana ia juga merupakan agama yang mengajarkan tentang pendidikan dan hal-hal
yang berkaitannya dengan kuat.
Selain itu dapat kita ketahui pula bahwasannya
pendidikan adalah seluruh proses hidup
dan kehidupan manusia itu adalah proses pendidikan. Segala pengalaman sepanjang hidupnya merupakan dan memberikan
pengaruh pendidikan baginya.[8]
Adapun pendidikan menurut pendapat Muhammad Yunus
dalam bukunya At-tarbiyah wa ta’lim bahwasannya tujuan dari pendidikan
adalah menyiapkan generasi yang dapat
menyeimbangkan diri antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.[9]
Didalam buku Capita Selekta,fikiran-fikiran Muhammad Natsir tentang
pendidikan sebagian besar terkumpul disana. Didalamnya tersebutlah tentang
makna pendidikan itu dijelaskan oleh Natsir dengan bahasa yang sederhana namun
memukau. Menurut Natsir yang dinamakan didikan adalah suatu pimpinan jasmani
dan ruhani yang menuju kepada kesempurnaan dan lengkapnya sifat-sifat
kemanusiaan dengan arti yang sesungguhnya.[10] Pimpinan
semacam ini antara lain perlu pada dua perkara yaitu: Satu tujuan yang tertentu
tempat mengarahkan pendidikan dan satu asas tempat mendasarkannya. Disini dapat
kita lihat behwa Natsir melihat pendidikan sebagai usaha untuk mengisi
nilai-nilai positif baik bagi jasmani maupun rohani yang menuju kepada terwujudnya
manusia yang ideal (insan Kamil) dengan kesempurnaan sifat-sifatnya.
Akan sia-sialah tiap-tiap pimpinan itu apa bila
ketinggalan salah satu dari yang dua ini. Apakah tujuan yang akan dituju oleh
didikan kita? Menurut Natsir tujuan dari pendidikan adalah sama dengan tujuan
hidup kita didunia ini[11].
Dari sini nampaklah sangat jelas bahwa Natsir tidak
membedakan antara tujuan pendidikan dengan tujuan diciptakannya manusia. Bahkan
menurutnya,tujuan pendidikan itu harus sesuai dengan tujuan hidup manusia. Pada
suatu kesempatan,Natsir mengatakan:”Apakah tujuan yang akan dituju oleh didikan
kita? Sebenarnya tidak pula dapat dijawab sebelum menjawab pertanyaan yang
lebih tinggi lagi,yaitu,Apakah tujuan hidup kita didunia ini? Kedua pertanyaan
ini tidak dapat dipisahkan,keduanya sama identik.” Tujuan didikan ialah tujuan
hidup”, Quranul karim menjawab pertanyaan ini:” Dan Aku ( Allah) tidak
jadikan jin dan manusia,melainkan untuk menyembah aku.”(qs
Adz-Dzariat:56)
Pendidikan Islam
mempunyai peranan penting dalam meningkatkan SDM. Secara ideal
pendidikan Islam berfungsi untuk menyiapakan sumber daya menusia yang
berkualitas tinggi baik dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan tekhnologi maupun
dalam hal karakter,sikap moral serata penghayatan dan pengamalan ajaran
agama,hal ini sesuai dengan ciri pendidikan agama. Pendidikan Islam yang
integral tidak mengenal adanya pemisahan antara sains dan agama.[12] Intinya
pendidika Islam,berfungsi membina dan menyiapkan anak didik yang berilmu,berteknologi,berketerampilan
tinggi,sekaligus beriman dabn beramal soleh.
Melihat dari konsep pendidikan Mohamad Nasir,bahwa
kemajuan yang akan dicapai oleh pendidikan Islam tidaklah diukur dengan
penguasaan atau supremasi atas segala kepentingan duniawi saja,akan tetapi juga
melihat sampai dimana kehidupan duniawi memberiakan asset untuk kehidupan
akhirat kelak.
Selanjutnya Natsir menjelaskan tentang asas dalam
pendidikan Islam adalah tauhid. Ajaran tauhid menisfestasinya adalah pembentukan kepribadian dan sasaran serta
tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri. Pendidikan yang didasarkan oleh prinsip
tauhid dalam rangka menghambakan diri kepada Allah SWT,simpulnya terletak pada
syahadah,dan syahadah dari sisi pendidikan tidak lain adalah sutu pernyataan
‘pembebasan ‘ dari segala macam belenggu yang diciptakan oleh manusia sendiri.
Pendidikan dalam Islam adalah usaha berproses yang dilakukan oleh manusia
secara sadar dalam membimbing manusia menuju kesempurnaan berdasarkan Islam.[13]
Menurut Natsir,sisi pertama dari Tauhid adalah memperkokoh kesadaran
batin manusia,menumbuhkan spritualitas yang mendalam dan juga menjadi basis
etika pribadi. Sedangkan sisi kedua dari
tauhid adalah penekanan pada kesatuan universal umat manusia pada umat yang
satu,berdasarkan persamaan,keadilan ,kasih sayang,toleransi dan kesabaran. Jadi
dalam konteks kemanusiaan, Tauhid menegaskan konsep humanism universal yang
tampa batas,serta sumber dan rujukan didalam penyajian materi pendidikan kepada
anggota keluarga dan masyarakat yaitu ayat-ayat
Al-quran dan hadis Rasul.[14]
Muhamad Natsir mengibaratkan tauhid sebagai sebuah
pisau yang bermata dua.pada satu sisi dia menegaskan ke-Esaan Allah
satu-satunya Zat yang diperTuhankan oleh manusia,dan menjadi titik tolak bagi
seorang muslim dalam memandang hidupnya sebagai sesuatu dari Tuhan dan akan
kembali pada Tuhan,serta pemahaman bahwa manusia itu adalah hamba-hambanya yang
menjalani kehidupan yang sementara didunia ini,maka tauhid membawa
implikasi-implikasi besar dalam kehidupan manusia.
Mohamad Natsir menegaskan bahwa seseorang yang
telah tertanam nilai kebenaran tauhid akan berani hidup ditengah-tengah dunia,tapi
iapun berani mati untuk memberikan darmanya bagi kehakiman ilahi diakhirat.
Karena hidup dan matinya telah diperuntukkan bagi Allah Rabbul ‘alamin.
Sebab konsep pendidikan yang mengandung tata nilai islam merupakan pondasi structural
pendidikan Islam.[15]
C. Karakter pendidikan
Islam
Yang dimaksud dengan karakter pendidikan Islam
disini adalah cirri-ciri khusus yang terdapat dalam pendidikan tersebut.
Kekhasan tersebut menurut Mohamad Natsir
ada pada beberapa hal berikut ini:
1. Universal
Pendidikan dengan sifat seperti ini diurakan Natsir
dalam bentuk penerimaan sumber datangnya ilmu antara Timur dan Barat. Disini
Natsir tidak membedakan antara ilmu timur dan ilmu barat. Menurut Natsir
sesungguhnya antara Barat danTimur adalah Sama,dimana kedua-duanya adalah
makhluk Allah yang bersifat baru. Bagi Natsir Islam hanya mengantagoniskan anta
haq dan Bathil
Selanjutnya Natsir mengatakan bahwa kemauan dan kemunduran tidaklah tergantung dari
ketimuran dan kebaratan,dan tidak tergantung pada putih kuning atau hitamnya warna kulit,tetapi
tergantung pada ada atau tiadanya sifat-sifat
dan bibit-bibit dalam salah satu umat,yang menjadikan mereka layak atau
tidaknya menduduki tempat yang mulia diats bumi ini.[16]
2. Integral
Artinya pendidikan tidak mengenal pemisahan antara
jasmani dan ruhani,serta dunia dan
akhirat. Sehingga pendidikanIslam itu mengantarkan seseorang pada kebahagiaan
didunia maupun akhirat. Mengenai sifat pendidikan yang integral ini Natsir
memahami bahwasannya pendidikan itu mesti memiliki nilai-nilai
keseimbangan.Jasmani, ruhani, dunia dan akhirat bukanlah dua barang yang
bertentangan yang harus dipisahkan,melainkan dua hal serangkai yang harus
lengkap melengkapi dan dilebur menjadi satu susunan yang harmonis dan seimbang.
Kesimpulan
Pendidkan menurut Mohamad Natsir adalah adalah
suatu pimpinan jasmani dan ruhani yang menuju kepada kesempurnaan dan
lengkapnya sifat-sifat kemanusiaan dengan arti yang sesungguhnya.
Menut Natsir tujuan pendidikan Islam sama dengan
tujuan penciptaan Manusia dimuka bumi ini, yakni mengabdi kepada alah.Jadi
tujuan pendidikan adalah mencptakan manusia yang mengabdi kepada Allah dan
menjadi Khalifah Allah dimuka bumi ini
Sebagai dasar dan landasan pendidikan Natsir
mengatakan bahwasannya Tauhidlah landasna pendidikan islam,hal ini dikarenakan
Tauhid menjadi titik tolak bagi seorang muslim dalam memandang hidupnya sebagai
sesuatu dari Tuhan dan akan kembali pada Tuhan,serta pemahaman bahwa manusia
itu adalah hamba-hambanya yang menjalani kehidupan yang sementara didunia
ini,maka tauhid membawa implikasi-implikasi besar dalam kehidupa manusia.
Selanjutnya Natsir menjelaskan ciri-ciri pendidikan
islam yaitu integral,artinya pendidikan Islam itu tidak memisahkan antara
jasmani,ruhani dunia dan akhirat,kemudian pendidikan Islam tersebut haruslah
bersifat universal,artinyapendidikan Islam tidak membedakan sumber datangnya
ilmu,yang ada dalam islam adalah haq dan bathil
Daftar pustaka
Arifim,MT,Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta:Bumi
Aksara.tahun 1993
Basri,Agus,Muhammad Natsir-Politik Melalui Jalan Dakwah,Jakarta:Media
Dakwah,tahun 2008
Derajat,Zakiah,Pembinaaan
Akhlaq Remaja,Jakarta:Bulan Bintang,tth
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam,Ensiklopedi Islam,PT Ichtar Baru
Van Houve,Jakarta,tahun
1997,jilid 4
Iskandar,Dinamika
Ilmu,Samarinda:STAIN Samarinda,tahun 2004
Lodge,Ruper.C,Philosophyof
Education,New Yok,tahun 1974
Natsir,Muhammad,Capita Selecta,Jakarta:Bulan Bintang,tahun 1954
Nur Ali,Heri,Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta:PT Logos Wacana
Ilmu,tahun 1999
Yusuf Abdullah Fuar,Muhammad Natsir 70 tahun Kenang-kenangan
Kehidupan dan Perjuangan,Jakarta:Pustaka
Antara,tahun 1978
Yunus,Muhammad,At-tarbiyah wa At-ta’lim,Ponorogo: Dar
As-salam,tth
[1] Agus Basri,Muhammad
Natsir Politik Melalui Jalan Dakwah,(Jakarta:Media Dakwah,tahun 2008,hal 6)
[3]
Ibid,hlm 21
[4] Yusuf Abdullah Fuar, Mohammad
Natsir 70 Tahun Kenang-kenangan
Kehidupan Perjuangan,(Jakarta:Pustaka Antara,tahun 1978,hlm 7)
[5]
Ibid,hlm 8
[6]
Ibid.hlm 8
[7]
Ibid,hlm 22
[8]
Ruper C,Lodge,Philosophy of Education,New York 1974,hlm 23
[9]
Mahmud Yunus,At-tarbiyah wa at-ta’lim,(Ponorogo:Dar As-salam tth hlm 6)
[10]
Mohamad Natsir,Capita Selecta,(Jakarta:Bulan Bintang tahun 1954,hlm 82)
[11]
Ibid,hlm 82
[12]
Iskandar dkk,Dinamika ilmu,(Samarinda: STAIN Samarinda,tahun 2004, hlm
103)
[13]
Heri Nur Ali,Ilmu pendidikan Islam,(Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu,tahun
1999 hlm 65)
[14]
Zakiah Derajat,Pembinaan Aklaq Remaja,(Jakarta:Bulan Bintang,hlm 182)
[15]
MT Arifin,Ilmu Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara,tahun 1993,hlm 30)
[16]
Mohammad Natsir,Capita Selecta,Op Cit hlm 78
Tidak ada komentar:
Posting Komentar