Kamis, 12 Januari 2012

Guru dan Pendidikan



1.    Guru Dan Peranannya Dalam Pendidikan
Guru adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaan, mampu melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah Allah di permukaan bumi, sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri[1].
Secara umum guru adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik, sementara secara khusus pendidik dalam perspektif  pendidikan Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik[2]. Perkembangan peserta didik ini meliputi seluruh potensi yang ada pada anak didik baik  afektif, kognitif dan psikomotorik.
Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwasannya seorang guru atau pendidik memiliki tanggung jawab yang sangat besar terhadap peserta didiknya agar anak didik tersebut mencapai pada tingkat kedewasaan dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang telah digariskan oleh Allah sebagai Khalifah Allah di muka bumi ini.
Seorang guru tidak hanya memberikan bantuan kepada anak didiknya akan tetapi seorang guru juga memberikan suatu bimbingan dengan sadar kepada anak didiknya. Dikatakan bimbingan yang sadar karena seorang guru haruslah memahami bimbingan seperti apa yang akan diberikan kepada anak didiknya tersebut.
Dalam konsep pendidikan tradisional Islam, guru diposisikan sebagai orang yang ‘alim, wara’, shalih, dan sebagai uswah sehingga guru dituntut juga beramal sholeh sebagai aktualisaasi dari keilmuan yang dimilikinya[3]. Maka sebagai guru dia bertanggung jawab tidak hanya pada saat pelajaran berlangsung, lebih dari itu guru tetap harus menjaga sifat dan kepribadiannya di luar kelas ataupun dalam kehidupannya sehari-hari.
Dalam dunia pendidikan guru tidaklah hanya berperan sebagai pengajar di depan kelas saja. Lebih dari itu guru dapat berperan sebagai pengadministrasian. Dalam kaitannya dengan administrasi, seorang guru dapat berperan sebagai berikut:
a.    Pengambilan inisiatif, pengarah dan penilaian kegiatan-kegiatan pendidikan. Hal ini berarti guru memikirkan kegiatan-kegitan pendidikan yang direncanakan serta nilainya.
b.    Wakil masyarakat, yang berarti dalam lingkungan sekolah guru menjadi anggota masyarakat. Guru harus mencerminkan suasana kemauan masyarakat dalam arti yang baik.
c.    Orang yang ahli dalam mata pelajaran. Guru bertanggung jawab untuk mewariskan kebudayaan kepada generasi muda yang berupa ilmu pengetahuan.
d.   Penegak disiplin, guru harus menjaga agar tercapai suatu kedisiplinan
e.    Pelaksana administrasi pendidikan, di samping menjadi pengajar, gurupun bertanggung jawab akan kelancaran jalannya pendidikan dan ia harus mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan administrasi.
f.     Pemimpin generasi muda, masa depan generasi muda terletak di tangan guru, guru berperan sebagai pemimpin mereka dalam mempersiapkan diri untuk anggota masyarakat yang dewasa
g.    Penterjemah bagi masyarakat, artinya guru berperan untuk menyampaikan segala perkembangan kemajuan dunia kepada masyarakat, khususnya masalah-masalah pendidikan.[4] 

Selanjutnya seorang guru dalam proses belajar mengajar memiliki peran   sebagai demonstrator. Sebagai demonstrator guru hendaknya senantiasa    menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya[5]. Selanjutnya guru tidak hanya dituntut untuk menguasai bahan pelajaran tersebut, lebih jauh lagi guru hendaknya dapat mengembangkan materi pelajaran tersebut dalam artian guru harus meningkatkan kemampuannya tentang materi yang akan diajarkannya. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi hasil belajar yang akan dicapai oleh peserta didik
Yang harus disadari oleh seorang guru adalah bahwasannya dia sendiri adalah seorang pelajar. Yang mana tugas pelajar adalah selalu belajar dan mencari tahu tentang hal-hal yang belum diketahuinya. Kesadaran seperti ini akan menjadikan guru tamak terhadap ilmu pengetahuan dan akan selalu memperkaya dirinya dengan ilmu-ilmu sebagi bekal baginya dalam melaksanakan tugas-tugas sebagai demonstrator sehingga mampu memperagakan apa yang diajarkannya secara didaktis.
Dalam mencapai keberhasilan pendidikan, guru memiliki peran yang sangat menentukan, sebab bisa dikatakan guru merupakan kunci pokok dari keberhasilan sebuah pendidikan. Untuk itu guru haruslah memiliki sifat dan karakteristik yang memadai dan berbeda dengan ciri-ciri dari profesi yang lain.
Seperti kita ketahui bahwa salah satu dari tujuan pendidikan adalah memberikan bimbingan kepada peserta didik untuk mencapai kedewasaan. Sebelum guru tersebut membawa anak didiknya pada tingkat kedewasaan maka seharusnya guru tersebut  terlebih dahulu telah memiliki sikap kedewasaan itu sendiri.
Seorang guru haruslah seseorang yang sudah dewasa, karena tidak mungkin guru akan dapat membawa anak didiknya ke dalam kedewasaan sedangkan individu guru itu sendiri jauh dari kedewasaan. Membawa anak pada kedewasaan bukan hanya sekedar dengan nasehat, anjuran, perintah dan larangan saja, melainkan yang pertama-tama ialah gambaran kedewasaan yang senantiasa dibayangkan oleh anak dalam diri pendidiknya, di dalam pergaulan antara pendidik dan anak didik[6].
Guru adalah pendidik professional yang wajib memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan[7]. Kegiatan mengajar yang dilakukan guru tidak hanya berorientasi pada kecakapan-kecakapan yang berdimensi pada ranah cipta saja. akan tetapi juga mencakup pada ranah rasa dan karsa. Sebab dalam perspektif psikologi pendidikan, mengajar pada prinsipnya berarti proses perbuatan seorang guru yang membuat orang lain belajar dalam arti mengubah seluruh dimensi prilakunya. Prilaku ini meliputi tingkah laku yang bersifat terbuka seperti keterampilan membaca, juga yang bersifat tertutup seperti berfikir dan berperasaan[8].
Guru sebagai pendidik ataupun pengajar merupakan faktor penentu kesuksesan usaha pendidikan. Itulah sebabnya setiap perbincangan mengenai pendidikan  selalu bermuara pada masalah guru. Dan hal ini menunjukkan betapa signifikannya posisi guru dalam dunia pendidikan.
Sebagai pemberi layanan pada siswa (sebagai pembantu dan pembimbing serta panutan dalam kegiatan belajar siswa ) guru seyogyanya memiliki sikap positif terhadap dirinya sendiri. Alasannya kompetensi bersikap seperti ini akan cukup berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kualitas dan kuantitas layanan kepada siswa[9].
Guru sebagai pendidik menurut jabatannya menerima tanggung jawab dari tiga pihak, yaitu orang tua, masyarakat dan negara[10]. Tanggung jawab dari orang tua diterima guru atas dasar kepercayaan, bahwa guru mampu memberikan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan perkembangan anak didik, selain itu diharapkan juga dari pribadi guru akan mempengaruhi dari tingkah laku peserta didik tadi.
Tugas seorang guru atau pendidik memang tidaklah mudah. Bahwa para pendidik memegang peranan penting dalam proses pendidikan dan hal itu tidak dapat kita sangkal lagi. Terutama pada saat-saat permulaan dalam proses pendidikan dan permulaan taraf pendidikan (ketika si terdidik masih kanak-kanak) titik berat kebijaksanaan, titik berat pertanggungan jawaban  terletak di tangan  pendidik[11].
Para pendidik dapat memilih ke mana arah tujuan pendikan, dasar-dasar apa yang dipakainya, alat-alat apa yang dipergunakan serta bagaimana ia memakai alat itu. Di samping itu merekapun merupakan contoh yang hidup bagi siterdidik dan tempat siterdidik beridentifikasi.
Selain itu dalam dunia pendidikan guru juga mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam dunia pendidikan, artinya keseluruhan tingkah laku yang harus dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru. Guru memiliki peranan yang amat luas, baik di sekolah, keluarga dan dalam masyarakat.[12]
Yang paling utama bagi guru adalah peranannya sebagai pendidik dan pengajar, harus menunjukkan prilaku yang layak yang bisa dijadikan teladan oleh siswanya. Guru harus senantiasa sadar akan kedudukannya selama 24 jam. Di manapun dan kapanpun saja guru akan selalu dipandang sebagai guru yang harus memperlihatkan prilaku yang dapat diteladani oleh anak didik dan masyarakat luas. Penyimpangan dari prilaku yang tidak etis dari guru akan mendapat sorotan dan kecaman yang tajam dari anak didik dan juga masyarakat lingkungan sekitarnya. Guru yang berprilaku tidak baik akan merusak citranya sebagai guru dan pada gilirannya akan dapat merusak murid-murid yang dipercayakan padanya. Oleh sebab itu, apa bila ada siswa yang berprilaku menyimpang mungkin saja hal itu disebabkan oleh prilaku gurunya yang tidak memberi teladan yang baik.
Prilaku guru di kelas memiliki pengaruh yang besar pada perkembangan mental anak. Kasih sayang, simpati dan kerja sama yang menjadi karakteristik ideal guru yang terlibat dalam kelas dapat membangun suasana belajar yang lebih baik bagi siswa dengan kebutuhan khusus. Sifat ramah guru dengan anak-anak akan membantu mereka mengekspresikan perasaannya dengan lebih mudah. Siswa akan merasa bebas mendiskusikan masalah mereka dengan gurunya dan mengajukan permasalahan–permasalahan kepada gurunya tersebut.
Di lihat dari segi dirinya, sifat seorang guru dapat berperan sebagai : pertama pekerja sosial, yang artinya seorang guru harus memberikan pelayanan pada masyarakat. Guru dihadapkan pada tantangan di mana guru diminta untuk melayani anak didiknya dengan ramah, sabar, penuh kepercayaan diri dan bertanggung jawab[13]. Selain itu guru juga harus mampu memiliki kemampuan untuk memaklumi alam fikiran anak didiknya, dia harus melayani anak didiknya dengan rasa yang menyejukkan, menarik, gembira dan merasa puas atas layanan yang diberikannya pada anak didiknya. kedua, pelajar dan ilmuan yaitu guru harus selalu belajar terus menerus untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya. Ketiga, orang tua artinya guru adalah wakil orang tua di sekolah bagi setiap siswa. Keempat, model teladan artinya guru adalah model tingkah laku yang harus dicontoh oleh siswa-siswanya. Kelima, pemberi keselamatan artinya guru senantiasa memberi rasa keselamatan bagi setiap siswanya. Siswa diharapkan akan merasa aman berada dalam didikan gurunya[14].
Dari sudut pandang psikologis guru memiliki peranan yaitu: pertama, Sebagai pakar psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan mampu mengaplikasikannya dalam melaksanakan tugas sebagai guru dan pendidik. Kedua, Seniman dalam hubungan antara manusia artinya guru adalah orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia khususnya dengan siswa-siswa sehingga dapat mencapai tujuan pengajaran dan pendidikan. Ketiga, Pembentuk kelompok yaitu mampu membentuk atau menciptakan suatu pembaruan untuk membuat suatu hal yang lebih baik. Keempat, Innovator yaitu orang yang mampu menciptakan suatu pembaruan untuk membuat suatu pembaharuan untuk mencapai suatu hal yang lebih baik. Kelima, Petugas kesehatan mental artinya guru harus mampu dan bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para siswa.
Guru juga diharapkan dapat bertutur kata dan bertindak dengan baik terhadap para anak didiknya. Dia harus selalu memberi sinyal yang positif. Beberapa tindakan, tuturan, dan prilaku berikut ini hendaklah dijauhi oleh para guru,  diantaranya ialah:
1.    Selalu bersikeras mempertahankan alasan dan selalu meluangkan waktu untuk memberikan alasan. Menghindari dari tindakan membuat alasan yang kurang beralasan memang tidak mudah dan membutuhkan kesabaran.
2.    Mengetahui perbedaan diantara siswa dan meminta mereka secara serta merta mendengarkan dan menerima solusi yang ditawarkan.
3.    Mendengar siswa dan menanyakan keluhan mereka secara menyeluruh namun memandangnya hanya cukup untuk mengetahui bagaimana mereka melihat atau merasa bingung dengan masalahnya.
4.    Menunjukkan bahwa diri guru dapat berubah pikiran dengan mudah ketika bukti-bukti dan logika menyarankan untuk hal itu.
5.    Berada dalam posisi “di luar” siswa atau melakukan tindakan diskriminatif terhadap siswa, baik tuturan maupun tindakan.[15]

2.    Fungsi dan Kedudukan Guru Dalam Pendidikan.
Dalam menjalankan profesinya sebagai pendidik, guru memiliki fungsi sebagai pendidik dan pembimbing[16]. Dikatakan guru seorang pendidik sebab dalam pekerjaannya ia tidak hanya mengajar orang agar orang tersebut tahu beberapa hal, akan tetapi lebih dari itu seorang guru juga harus dapat melatih keterampilan anak didiknya dan juga sikap anak didiknya tersebut.
Di dalam tugasnya seorang guru bukan saja menumpahkan semua ilmu pengetahuan, akan tetapi lebih dari itu seorang guru juga di tuntut untuk mendidik anak didiknya untuk dapat mengamalkan dan juga mempraktekkan teori-teori yang telah disampaikannya kepada anak didik. Dari sini jelaslah bagi kita bahwa seorang guru itu bukan saja sebagai pengajar tetapi juga mendidik. Ia bukan hanya pembawa ilmu pengetahuan, akan tetapi juga menjadi contoh sebagai pribadi yang ideal di mata anak didiknya.
Di lihat dari tujuan institusional guru difungsikan sebagai pendidik di samping sebagai pengajar[17]. Maka guru haruslah dapat membentuk sikap, menjadi contoh atau teladan untuk para anak didiknya. Semua itu tidak akan terlaksana apabila guru tersebut hanya mengajar saja. Secara fungsional guru telah dianggap oleh anak didiknya sebagai seorang pendidik, yaitu orang yang dianggap dapat menjelaskan segala sesuatu yang sifatnya bukan pengajaran, ia dianggap orang yang dapat memberikan nasehat kepada anak didik dalam pembentukan kepribadian. Hal itu dapat kita lihat dari sikap anak didik yang lebih banyak nurut kepada gurunya dari pada orang tuanya sendiri. Hal tersebut adalah suatu gambaran bahwa guru tersebut dianggap pendidik oleh anak didik yang berada di sekitarnya.
Dikarenakan guru berfungsi sebagai pendidik, maka seharusnya guru harus dapat memposisikan dirinya sebagai pendidik dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:
1.    Sebagai pendidik guru haruslah memiliki kedewasaan yang lebih dibandingkan dengan anak didiknya.
2.    Sebagai pendidik guru harus mampu menghayati kehidupan anak, dan bersedia untuk membantu segala macam masalah dan problema yang sedang dihadapi anak didik, baik masalah yang berkaitan dengan pelajaran, maupun permasalahan-permasalahan pribadi anak didik.
3.    Sebagai pendidik guru harus mampu mengikuti keadaan jiwa dan perkembangan anak didiknya. terlebih anak didik yang masih kanak-kanak. Guru harus mampu untuk memaklumi segala bentuk tingkah laku anak didik dan tidak memaksakan kehendaknya terhadap anak didiknya.
4.    Guru harus mampu mengenal anak didiknya. mengenal anak didik tidak hanya sebatas mengenal nama dari anak didik tersebut. Lebih dari itu seorang guru harus mampu dan dapat mengenal potensi yang ada pada anak didik. Sebab karya yang terbesar seorang guru adalah membantu anak tersebut berkembang sampai mencapai prestasinya yang paling baik.
Selanjutnya dalam pendidikan guru berfungsi sebagai pengganti orang tua[18]. Dalam hal-hal tertentu seorang guru dapat menggantikan peran sebagai orang tua. Hubungan antara anak didik dan guru tumbuh karena adanya kepentingan bersama. Kepentingan tersebut dapat berupa perhatian, minat ataupun kesenangan. Seorang anak yang ingin aktif dalam beberapa hal, maka guru akan dapat menyediakan kesempatan seperti ini, bahkan ia akan membantu anak tersebut. Kehadiran guru yang seperti ini akan dirasakan olah sang anak sebagai teman dan ”pembantu” yang selalu bersedia menemaninya dalam kegiatan ini.
Di kelas yang lebih tinggi lagi hubungan ini akan berubah. Kalau semula ikatan ini adalah ikatan minat ataupun kesenangan, maka di kelas tinggi hubungan ini bertambah menjadi hubungan dalam suatu kerjasama, Sama-sama berkepentingan menyelesaikan pekerjaan sekolah[19]. Lebih dari pada itu hubungan antara anak didik dan guru yang seperti ini ditandai dengan kesediaan seorang guru untuk membantu anak didiknya, maka sudah tentu hubungan seperti ini lebih bersifat pedagogis, karena komunikasinya dilakukan antara guru dan anak didik yang jelas-jelas mengakui kewibawaan guru.
Antara guru dan orang tua terletak perbedaan dalam hal tanggung jawab. Orang tua bertanggung jawab atas anaknya secara mutlak dan dalam waktu yang lama. Dapat kita katakan bahwasannya tanggung jawab orang tua terhadap anaknya meliputi segala hal ihwal anaknya tersebut.

Berbeda dengan tanggung jawab seorang guru terhadap anak didiknya, guru tidak bertanggung jawab seluas dan seberat orang tua. Guru memang bertanggung jawab atas bantuan yang ia berikan kepada anak didiknya untuk membantu anak didiknya dalam hal perkembangan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikapnya.  Oleh karena itu dapat kita katakan guru itu ikut bertanggung jawab atas perkembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap anak. Sedangkan tanggung jawab utama tetap berada pada orang tua.
Guru juga mempunyai fungsi sebagai tempat bergantungnya harapan masyarakat. Artinya pada gurulah harapan masyarakat ditambatkan untuk mendidik dan membimbing anak-anaknya agar menjadi anak yang berguna bagi masyarakat dan Negara.
Dengan bergantungnya masyarakat terhadap guru dalam masalah pendidikan, maka guru  telah mendapatkan kepercayaan dari masyarakat untuk mendidik dan membimbing. Dari kepercayaan itu dapat kita simpulkan bahwa guru menempati tempat terhormat dan dipercaya di hati masyarakat.
Guru bukan saja dianggap orang yang pandai akan tetapi sering kali dianggap orang yang bijaksana. Bijaksana di sini berarti dapat berlaku sesuai dengan yang diharapkan masyarakat, dapat menemukan jalan  dalam berbagai kesulitan.
Jadi harapan para orang tua dan masyarakat ialah agar guru dapat membekali anak-anak mereka dengan berbagai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan membawa anak-anak mereka pada kebahagiaan hidup. Melihat hal tersebut maka sungguh sangatlah berat tugas seorang guru.
Apabila kita berbicara tentang kedudukan guru dalam pendidikan, maka kita akan merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam BAB II, pasal 2 ayat 1 dijelaskan bahwa :
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga professional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal  yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”


Maka sebagai tenaga professional guru haruslah menjalani profesinya dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.    Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idaelisme.
2.    Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan, dan akhlaq mulia.
3.    Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
4.    Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
5.    Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
6.    Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
7.    Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
8.    Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.
9.    Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.     

3.    Sifat-Sifat Guru Dan Kaitannya Dengan Aspek Psikologis  Pedagogis
Sebelum masuk pada pembahasan tentang sifat-sifat guru dan kaitannya dengan aspek psokologis pedagogis, di sini penulis akan menguraikan tentang pengertian dari sifat, pedagogis, dan psikologis[20].
Pedagogis  merupakan suatu kajian tentang pendidikan anak, berasal dari kataYunani kuo “ paedos” yaitu berarti anak laki-laki, dan “agogos” yang artinya mengantar, membimbing[21]. Pedagogis merupakan suatu teori dan kajian yang secara teliti, kritis, dan obyektif mengembangkan konsep-konsepnya mengenai hakikat manusia, hakikat anak, hakekat tujuan pendidikan serta hakekat proses pendidikan.
Menurut Sudarwan Danim, pedagogis sebagai proses interaksi terus menerus dan saling berasimilasi antara pengetahuan ilmiah dan pengembangan siswa. Asimilasi pengetahuan ilmiah dengan antusiasme mereka untuk mengetahui diverifikasi dalam proses kerja yang intensif dan aktif.
Dari sisi lain, menurut Alberto Garcia, seperti yang ditulis oleh Sudarwan Danim, pedagogis adalah tindakan guru dan siswa dalam konteks organisasi sekolah, di mana interaksi itu dilakukan berdasarkan teori  pedagogis tertentu, berorientasi pada tujuan instusional, dan dikembangkan dalam interaksi yang dekat dengan keluarga dan masyarakat untuk mencapai pembentukan siswa secara sehat[22].
Jadi pedagogis dapat kita artikan sebagai sebuah ilmu yang mempelajari masalah membimbing dan mendidik anak kearah tujuan tertentu, yaitu supaya kelak mampu menjalani  secara mandiri menyelesaikan tugasnya. 
Walaupun demikian, menurut Uyoh sadulloh, kajian dari pedagogik bisa menjadi kajian yang lebih luas lagi karena hakekat hidup dan hakekat manusia masih banyak diliputi oleh kabut mesteri[23].
Sedangkan psikologi secara etimologi yang secara literal berarti studi tentang jiwa[24].  Psikologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan proses –proses mental dan prilaku individu.
Selanjutnya, Ngalim Purwanto mendefenisikan bahwa psikologi ialah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia[25].  Yang dimaksud dengan tingkah laku di sini adalah segala kegiatan, tindakan, perbuatan manusia yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, yang disadari maupun yang tidak disadarinya. Termasuk didalamnya  cara ia berbicara, berjalan, berfikir, cara melakukan sesuatu. Dengan kata lain bagaimana cara manusia itu  berinteraksi dengan dunia luar.
Apabila kita kaitkan antara psikologi dan pendidikan, maka dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwasannya  psikologi pendidikan adalah sebuah studi sistematis tentang proses-proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia [26]. Kata proses disini dapat kita pahami dengan proses belajar dan mengajar yang terjadi dalam pendidikan.
Dari sini nampak jelas, bahwa psikologi pendidikan menelusuri seluk beluk jiwa manusia yang berkaitan dengan pelaku-pelaku pendidikan tersebut, seperti anak didik,  guru dan juga menyelidiki proses belajar atau mengajar yang ada dalam pendidikan tersebut.
Selanjutnya penulis akan menyinggung sedikit tentang sifat. Kata sifat( traits) dalam istilah psikologi, berarti ciri-ciri tingkah laku yang tetap (hampir tetap) pada seseorang[27]. Akan tapi untuk mengetahui dan menentukan adanya sifat-sifat tertentu pada seseorang  adalah tidaklah mudah. Untuk mengetahuinya kita memerlukan waktu dan proses pergaulan yang lama, di  samping pengetahuan psikologi sebagai dasarnya. Tergesa-gesa dalam menentukan dan memfonis suatu sifat pada seseorang adalah suatu perbuatan yang sangat ceroboh dan sering kali menimbulkan salah terka.
Alport, sebagaimana yang dikutip oleh Ngalim Purwanto mendefenisikan  sifat sebagai berikut:
Sifat-sifat adalah disposisi yang dinamis dan fleksibel, yang dihasilkan dari pengintegrasian kebiasaan-kebiasaan khusus dan tertentu, yang menyatakan diri  sebagai cara-cara penyesuaian  yang khas terhadap lingkungannya. Yang dimaksud dengan disposisi dalam batasan tersebut ialah suatu unsur kepribadian yang mencerminkan kecendrungan-kecendrungan masa lalu atau pengalaman-pengalaman yang telah lampau. Sesuai dengan batasan di atas  dapat juga dikatakan bahwa tingkah laku seseorang yang merupakan sifat itu lebih diatur atau dipengaruhi dari dalam diri individu itu sendiri. Atau secara sederhana dapat dikatakan sifat merupakan ciri-ciri tingkah laku atau perbuatan  yang banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam diri sendiri seperti pembawaan, minat, konstitusi tubuh dan cendrung bersifat tetap atau stabil [28].

Manusia dalam kehidupannya juga memiliki sifat seperti pemarah, penangis, pengasih, pendendam, dan lain sebagainya. Sifat-sifat ini menunjukkan perbuatan-perbuatan yang sering muncul  sehingga menjadi suatu ciri khas dari tingkah laku  seseorang. dapat dikatakan bahwa perbuatan-perbuatan tersebut merupakan     sifat-sifat orang yang bersangkutan, sehingga dengan demikian kita sering mengatakan bahwa si A pemarah, pendendam, penyayang, dan lain sebagainya.
Demikian juga dengan guru. Sebagai manusia biasa gurupun memiliki   sifat-sifat seperti yang diuraikan di atas. Ada guru yang memiliki sifat pemarah, penyayang,  penolong, ramah, dan lain sebagainya.
Karena guru adalah seorang figur dihadapan anak didiknya, maka sudah seharusnya guru tersebut memiliki sifat-sifat yang baik dan meninggalkan sifat-sifat yang tercela yang dapat menghilangkan kewibawaannya sebagai seorang pendidik.
Prilaku guru di kelas memiliki pengaruh yang besar  pada perkembangan mental anak[29]. Kasih sayang, simpati dan kerjasama yang menjadi karekteristik ideal bagi guru yang mengajar di dalam kelas akan dapat menciptakan suasana belajar lebih kondusif dan menyenangkan bagi anak didik itu sendiri. Selain itu sifat ramah yang ditunjukkan guru kepada anak didiknya untuk mengekspresikan jiwanya dan tidak merasa takut untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dimengertinya.
Menurut M. Athiyah Al-Abrasi, seperti yang dikutip oleh Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, seorang pendidik harus memiliki sifat-sifat tertentu agar ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Adapun sifat-sifat tersebut adalah:
1.    Memiliki sifat zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari keridhoan Allah SWT semata.
2.    Seorang guru harus jauh dari dosa besar, sifat ria, dengki , permusuhan dan perselisihan dan lain-lain sifat yang tercela.
3.    Ikhlas dalam pekerjaan, keikhlasan dan kejujuran seorang guru di dalam pekerjaannya merupakan jalan terbaik kearah suksesnya di dalam tugas dan sukses murid-muridnya.
4.    Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya, ia harus sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati, banyak sabar dan jangan pemarah karena  sebab-sebab yang kecil, berkepribadian dan mempunyai harga diri.
5.    Seorang guru  harus mencintai murid-muridnya, seperti cintanya terhadap anaknya sendiri dan memikirkan keadaan mereka seperti ia memikirkan keadaan anaknya sendiri.
6.    Seorang guru harus memiliki tabiat, pembawaan, adat kebiasaan, rasa dan pemikiran murid-muridnya agar ia tidak keliru dalam mendidik murid-muridnya.
7.    Seorang guru harus menguasai mata pelajaran yang akan diberikannya, serta memperdalam pengetahuannya sehingga mata pelajaran yang diajarkannya tidak bersifat dangkal[30].

Imam Al-Ghazali dalam nasehatnya kepada para pendidik, agar setiap pendidik memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1.    Seorang guru harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid-muridnya dan memperlakukan mereka seperti perlakuan terhadap diri sendiri.
2.    Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terimakasih, tetapi dengan mengajar itu ia bermaksud mencari keridhoan Allah dan mendekatkan diri kepada-nya
3.    Mencegah murid dari suatu akhlaq yang tidak baik dengan jalan sindiran jika mungkin dengan terus terang, dengan jalan halus dan jangan mencela.
4.    Memperhatikan tingkat akal fikiran anak-anak dan berbicara dengan mereka menurut kadar akalnya dan jangan menyampaikan sesuatu yang melebihi tingkat daya tangkap para siswanya agar ia tidak lari dari pelajaran, atau bicaralah dengan bahasa mereka.
5.    Seorang guru harus mengamalkan ilmunya dan jangan berlainan kata dengan perbuatannya[31].

Selanjutnya Abdullah Nasih Ulwan dalam bukunya menyatakan bahwa seorang guru haruslah memilki sifat-sifat diantaranya adalah :
1.    Ikhlas[32], pendidik hendaknya mengikhlaskan niatnya dalam mengajar semata-mata untuk mendapatkan keridhoan Allah. Dengan keikhlasan seorang guru akan selalu berusaha untuk mengawasi anak-anak secara edukatif secara terus menerus karena  ia yakin akan balasan dari Allah karena keikhlasannya dalam mendidik.
2.    Taqwa, Pendidik diharapkan untuk selalu bertaqwa kepada Allah di manapun dan kapanpun dia berada. Jika pendidik tidak menghiasi dirinya dengan takwa, maka prilaku dan mu’amalah yang berjalan pada metode Islam, maka anak-anak akan tumbuh menyimpang[33]. hal tersebut disebabkan karna anak didik akan meniru orang yang mendidik dan mengarahkannya telah berada dalam lumpur dosa, berselimut dengan kemungkaran.

Lebih jelasnya, pendidik harus dapat menjadikan dirinya sebagai sosok teladan bagi anak didiknya. Keteladanan tersebut bukan saja terbatas hanya pada sikap dan prilaku, tetapi juga mencakup kemampuan untuk membimbing dan memotivasi peserta didiknya, selain itu juga guru harus memiliki kemampuan intelektual yang baik[34].
Bagi seorang pendidik juga harus mampu memberikan pengaruh yang positif kepada anak-anak didiknya, untuk itu sebelum terjun ke dunia pendidikan guru tersebut haruslah berbekal dengan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan. Tanpa ilmu pendidik akan sulit untuk menuntun dan membimbing anak didiknya menuju kepada kedewasaan yang sempurna. Maka teori pendidikan dalam hal ini ilmu mendidik perlu dipelajari secara sempurna bagi seorang pendidik agar tidak salah dalam meakukan tugas-tugasnya.
Perbuatan mendidik bukanlah suatu perbuatan yang sembarangan, karena menyangkut kehidupan dan nasib anak manusia untuk kehidupan selanjutnya. Itulah sebabnya melaksanakan pendidikan merupakan tugas moral yang tidak ringan. Ini berarti kesalahan sekecil apapun tidak dapat kita anggap enteng.
Salah satu kesalahan dalam mendidik adalah kesalahan yang berasal dari kepribadian pendidik sendiri. Kesalahan ini tidak mudah dibetulkan, karena mengoreksi struktur kepribadian dan sifat seseorang tidaklah mudah, dan untuk memperbaiki kepribadiannya dan sifat prilakunya pertama-tama memerlukan kesediaan dan kerelaan yang bersangkutan serta memerlukan waktu yang lama.
Adapun  yang harus diperhatikan oleh pendidik adalah aspek kepribadian dan sifat pendidik itu sendiri. Bagaimana seharusnya dia bersikap pada saat memberikan bimbingan atau mendidik anak didiknya tersebut. Seperti yang diungkapkan di atas, pendidik adalah seorang yang dewasa maka dia harus dapat mendewasakan dirinya pada setiap keadaan baik dewasa dalam hal tingkah laku maupun dewasa dalam berfikir.
Kedewasaan yang ada pada seorang pendidik sangatlah mempengaruhi peserta didik untuk mencapai taraf sebuah kedewasaan. Sebagaimana kita ketahui bersama guru adalah orang yang paling dekat dengan anak didiknya, guru adalah orang yang selalu berada di tengah-tengah anak didiknya. kedewasaan guru akan tertular kepada anak didiknya melaui interaksi yang selalu dilakukan antara guru dan murid dalam pergaulannya sehari-hari. Dengan demikian seluruh gerak, tindak dan perbuatan guru haruslah mencerminkan kedewasaan yang sempurna. Karena perbuatan apapun yang dilakukan oleh guru menjadi sorotan sekaligus contoh bagi anak didiknya.
Seorang pendidik haruslah memiliki kewibawaan yang terpancar dari dirinya terhadap anak didik. Pendidik harus memiliki kewibawaan (kekuasaan batin mendidik) menghindari kekuasaan lahir, yaitu kekuasaan yang semata-mata didasarkan kepada unsur wewenang jabatan.
Seorang guru juga harus memiliki keterbukaan psikologis[35]. Keterbukaan psikologis seorang guru ditandai dengan kesediaan guru dalam membantu dan membimbing anak didiknya dan komunikasi yang cukup antara guru tersebut dan anak didiknya.
Guru yang terbuka secara psikologis akan menerima kritikan dari anak didiknya tanpa ada perasaan dendam dan memiliki empati yang tinggi terhadap anak didiknya. Keterbukaan psikologis ini akan mampu menciptakan suasana hubungan yang harmonis antara guru dan muridnya, sehingga akan dapat mendorong anak didik untuk mengembangkan dirinya dengan bebas tanpa adanya ganjalan.
Dalam kegiatan belajar mengajar guru adalah seorang mediator antara pengetahuan dan keterampilan dengan siswa yang membutuhkannya sangat berpengaruh pada hasil pembelajaran. Sifat-sifat guru yang erat kaitannya dengan  pembelajaran diantaranya adalah :
1.    Karakteristik intelektual guru yang meliputi potencial ability (kapasitas ranah cipta bawaan) dan actual ability (kemampuan ranah cipta yang nyata.
2.    Kecakapan ranah karsa guru, seperti tingkat kefasihan berbicara, tingkat kecermatan menulis dan memperagakan keterampilan-keterampilan lainnya
3.    Karakteristik ranah rasa guru yang meliputi tingkat minat, keadaan emosi dan sikap terhadap siswa dan mata pelajaran sendiri
4.    Usia guru yang berhubungan dengan bidang studi yang diemban misalnya pengajaran yang berorientasi pada penanaman budi pekerti akan lebih cocok bila dilakukan oleh guru yang berusia relatif lebih tua dari guru-guru lainnya.
5.    Jenis kelamin guru yang berhubungan dengan bidang studi yang diemban. umpamanya pengajaran bahasa dan kesenian akan lebih pas jika dilakukan oleh guru wanita walaupun sebenarnya tidak mutlak[36].

Dalam melaksanakan tugasnya guru hendaknya mengetahui tujuan pendidikan. Yang mana tujuan akhir pendidikan harus ia sadari benar. Oleh karena itu seorang pendidik harus mengetahui benar apa yang disebut manusia dewasa, sesuai dengan tempat dan waktu.


Selain itu pendidik harus mengenal anak didiknya dan menyayangi anak-anak didiknya[37]. Mengenal di sini bukan hanya terbatas mengenal nama, Lebih dari itu pendidik harus menganal sifat dan karakteristik anak didiknya untuk memudahkan dalam melakukan bimbingan.
Selanjutnya dalam melakukan tugasnya guru harus memiliki suatu kesabaran dalam membantu anak didiknya. Tanpa itu ia merupakan orang yang bertindak mekanis seperti robot, atau kadang-kadang di luar kesadarannya berlaku kurang cocok sebagai pendidik misalnya tempramen.
Untuk dapat membuat suatu pergaulan pendidikan yang serasi dan mudah berbicara pada anak didik, maka ia harus dapat menyatu padukan dengan anak didiknya. Itu tidak berarti bahwa ia luluh dalam kehidupan seorang atau beberapa orang anak didiknya, ia harus dapat beridentifikasi tetapi itu tidak berarti bahwa ia lupa akan dirinya dan berlaku seperti anak didiknya. Ia tetap harus seorang dewasa tetapi menyesuaikan segala cara mendidiknya dengan dunia anak[38].
Dalam dunia pendidikan guru dan murid akan berinteraksi dan berkomunikasi, dalam arti komunikasi dua arah. Berkomunikasi berarti hubungan timbal balik seolah bercakap-cakap antara kedua belah fihak.
Dalam berkomunikasi, anak harus diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat sendiri dan mencoba kemampuannya sendiri. Kegiatan pendidikan  bukan berarti berkomunikasi sepihak seolah-olah hanya gurulah yang paling pintar dan menguasi semuanya, maka ada beberapa syarat dalam interaksi pedagogis, diantaranya adalah:
1.    Rasa tenang pada diri anak.
Suatu interaksi pedagogis hanya mungkin terjadi  kalau pada anak didik ada suatu perasaan bahwa ia dapat berkembang dengan tenang. Ketenangan sebagai akibat adanya suatu perasaan pada diri  anak didik bahwa dirinya aman. Aman dalam arti karena ia percaya pada pendidiknya akan memberikan suatu bantuan yang diperlukan kepadanya.

2.    Hadirnya kewibawaan
Kewibawaan di sini adalah adanya perbedaan antara guru dan murid, yang mana perbedaan tersebut akan menimbulkan kewibawaan pada diri pendidik tersebut. Yang mana kewibawaan pendidik tersebut dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap peserta didik.

3.    Kesediaan pendidik membantu anak didik.
Interaksi pedagogis akan terjadi apabila dari pihak pendidik ada kesediaan atau kerelaan  untuk membantu anak didik. Syarat ini mutlak perlu karena tanpa kesediaan pendidik  membantu anak didik perasaan aman pada anak didik tidak akan hadir dan tentunya interaksi akan terganggu, dan berakibat selanjutnya interaksi tidak akan berlanjut.
Dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, pada pasal 10 ayat 1 disebutkan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi social dan kompetensi professional yang diperoleh melalui pendidikan profesi[39].
Jadi seorang guru dalam menjalani profesinya harus memiliki keempat kompetensi ini. Yang mana kompetensi pedagogik akan berguna bagi guru dalam rangka memahami perbedaan individu peserta didik, merancang pembelajaran, melaksanakan pembelajaran dan mengembangnkan peserta didik.

Dalam proses belajar mengajar  hendaklah guru tahu prinsip dan penggunaan alat pendidikan. Ia harus tahu pula memilih mana yang cocok untuk anak ini pada  situasi tertentu. Selanjutnya kesabaran dan kasih sayang sangat perlu bagi pendidik dalam melakukan tugasnya.
Dalam mendidik dan mengajar, guru haruslah mencurahkan kasih sayang terhadap anak-anak didiknya, karena kasih sayang dapat mempengaruhi kehidupan rohaniah dan jasmaniah[40]. Selain itu kasih sayang yang diberikan guru kepada anak didiknya juga akan menyelamatkan anak dari sifat-sifat kerdil, karena anak didik yang kurang mendapatkan kasih sayang dari gurunya akan merasa terkucilkan dari teman-temannya yang lain.
Dalam menjalani profesinya guru dituntut untuk berlaku jujur. Hilangnya sifat jujur pada seorang guru akan menghilangkan kepercayaan manusia terhadap ilmunya dan terhadap pengetahuan-pengatahuan yang akan disampaikan kepada mereka[41]. Selain itu ketidak jujuran seorang guru akan memberikan suatu pengaruh terhadap psikologi anak didik. Seorang anak didik yang mengetahui ketidak jujuran gurunya akan mengikuti sifat tersebut. Dalam waktu yang lama, sifat yang jelek yang selalu didapati dari gurunya tersebut akan membentuk suatu karakter pada anak tersebut.
Dalam mendidik guru juga harus memiliki sifat sabar. Guru yang kehilangan sifat sabarnya akan mengganggu aktifitasnya dalam mengajar. Guru yang kehilangan sifat sabarnya akan merasakan tekanan batin, terlebih ketika ia sedang melaksanakan tugasnya dalam mengajar[42].
Seorang guru juga harus memiliki sifat percaya kepada anak didiknya[43]. seorang guru yang selalu menaruh prasangka yang tidak baik terhadap anak didiknya dan selalu memata-matai perbuatan anak didiknya  menandakan bahwa guru tersebut tidak menaruh kepercayaan  terhadapa anak didiknya. Hal seperti ini akan menyebabkan guru tersebut selalu mencurigai anak didiknya dan selalu memandangnya sebagai anak yang bersalah.
Guru juga harus memiliki  sifat suka tertawa dan memberikan kesempatan tertawa bagi anak didiknya [44].  Akan tetapi hal ini jangan digunakan guru untuk memperkosa hak-hak murid dalam menerima ilmu pengetahuan. Artinya, humor tersebut janganlah digunakan terlalu berlebihan sehingga menghabiskan waktu pelajaran, karena hal tersebut sangatlah merugikan bagi anak didik.
Dalam menjalani profesinya guru haruslah benar-benar menguasai mata pelajaran yang diajarkannya[45]. Untuk itu guru dituntut untuk selalu mengembangkan pengetahuannya.
Ketidakmampuan guru dalam menguasai pelajaran akan mengakibatkan kesulitan guru tersebut dalam menyampaikan pelajaran kepada anak didiknya, sehingga pengetahuan yang diterima anak didik tidaklah maksimal. Selain itu guru yang kurang menguasai pelajaran akan dihinggapi rasa bosan pada saat menyampaikan pelajaran dan akan mencari kegiatan-kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan pelajaran tersebut.
Dengan begitu besarnya peranan seorang pendidik dalam membimbing anak didiknya untuk menjadi seorang yang dewasa maka seyogyanya guru memiliki sifat dan kepribadian yang baik. Sifat dan kepribadian inilah yang kelak akan dicontoh anak didiknya dan selalu berbekas dalam ingatan anak didiknya.
Berbicara tentang sifat dan kepribadian, maka kita tidak terlepas dari masalah psikologi seseorang. Kepribadian atau personality itu dinamis, tidak statis atau tetap saja tanpa perubahan. Ia merupakan tingkah laku yang terintegrasi dan merupakan interaksi antara kesanggupan-kesanggupan bawaan yang ada pada individu dengan lingkungannya. Ia bersifat psikofisik yang berarti baik faktor jasmaniah maupun rohaniah individu itu bersama-sama memegang peranan penting dalam kepribadian[46].
Ada aspek-aspek dalam kepribadian seseorang diantaranya adalah sifat-sifat kepribadian, intelegensi, pernyataan diri dan cara dalam menerima kesan-kesan, kesehatan, bentuk tubuh, pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai (Values),  Penguasaan, kuat lemahnya perasaan, dan Peranan (roles).
Seperti yang dikatakan di atas bahwa kepribadian itu berkembang  dan mengalami perubahan-perubahan. Tetapi di dalam perkembangan itu makin terbentuklah pola-polanya yang khas sehingga merupakan ciri-ciri yang unik bagi setiap individu[47].

B.  Telaah Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang pendidikan  telah banyak dilakukan, baik pemikiran pendidikan  umum ataupun pendidikan Islam. Adapun penelitian yang khusus meneliti tentang Mahmud Yunus telah diteliti oleh Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Sultan Syarif  Kasim yang berjudul Metode Pengajaran Menurut Mahmud Yunus Tesis ini ditulis oleh Aliadi Atan.
Aliadi Atan dalam tesisnya memfokuskan tulisannya pada masalah Metode Pengajaran menurut Mahmud Yunus. Dalam penelitian ini diungkapakan metode pengajaran adalah aturan-aturan yang dilalui oleh guru dalam menyampaikan pelajarannya agar pengetahuan itu dapat sampai  kepada pemikiran murid dengan bentuk yang baik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Menurut Aliadi Atan, aspek yang terpenting dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan, sehingga menghasilkan ilmu adalah dengan menggunakan metode pengajaran yang baik dan benar.
Mahmud Yunus melihat metode yang paling baik di dalam pengajaran adalah metode yang dapat mengantarkan anak didik sampai kepada tujuan dengan jalan yang paling singkat, dengan penghematan tenaga, di mana tidak menjadikan murid terlalu susah dan tidak menyebabkan kebosanan akalnya.
Abudinata dalam bukunya “Tokoh-tokoh Pembaharuan Dalam Pendidikan islam” menuliskan tentang riwayat singkat kehidupan dari Mahmud Yunus, usaha-usaha dan pemikiran Mahmud Yunus dalam bidang pendidikan.
Berkaitan dengan tujuan pendididkan, menurut Mahmud Yunus, seperti yang ditulis oleh Abudinata, tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencerdaskan perseorangan dan untuk kecakapan mengerjakan pekerjaan[48].
Dalam hubungan ini, Mahmud Yunus menilai pendapat ulama tradisional yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam hanyalah untuk beribadah dan sekadar untuk mempelajari agama Islam adalah terlalu sempit, kurang dan tidak sempurna. Karena menurutnya, beribadah itu merupakan salah satu perintah Islam. Sedangkan pekerjaan duniawi yang menguatkan pengabdian kepada Allah juga merupakan perintah Islam. Jadi dengan demikian pekerjaan duniawi termasuk tujuan pendidikan Islam[49].
Salahuddin Hamid dan Iskandar Ahza dalam bukunya 100 Tokoh Islam Paling Berpengaruh Di Indonesia, juga menuliskan tentang riwayat hidup dari Mahmud Yunus dan juga perjuangan Mahmud Yunus  dari Normal School sampai ADIA. Di dalam buku ini dikupas sekelumit tentang perjuangan Mahmud Yunus disaat beliau mulai memperbaharui sistem pembelajaran di Jamiah Al Islamiyah dan juga disaat Mahmud Yunus mendirikan sebuah sekolah yang kurikulumnya memadukan antara ilmu agama dan juga ilmu umum.
Dalam Tulisannya, Salahuddin Hamid dan Iskandar Ahza juga mengemukakan  perjuangan Mahmud Yunus  dalam bidang pendidikan. Menurut beliau, Mahmud Yunus kerap kali mengikuti sidang-sidang Majlis yang diadakan di Timur Tengah dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan Islam di Indonesia. Selain itu buku ini juga memuat beberapa karangan dari Mahmud Yunus, sebagai pertanda bahwa beliau adalah seorang penulis yanga sangat produktif.
Suwito dan Fauzan, dalam bukunya Sejarah Pemikiran Para tokoh Pendidikan menulis tentang riwayat hidup dari Mahmud Yunus dan karangan-karangan beliau semasa beliau hidup.
Dalam tulisannya, Suwito dan Fauzan banyak mengangkat tentang metode pengajaran Bahasa Arab menurut pemikiran Mahmud Yunus. Menurut pandangan Mahmud Yunus metode pengajaran adalah serangkaian cara yang ditempuh oleh seorang guru dalam menyampaikan pelajaran kepada murid-murid terhadap berbagai jenis mata pelajaran. Jalan atau cara tersebut adalah garis-garis yang direncanakan sebelum masuk ke dalam kelas dan dilaksanakan dalam kelas waktu mengajar.
Menurut Mahmud Yunus, seperti yang ditulis oleh Suwito dan Fauzan, yang dimaksud dengan metode yang efektif dan efisien adalah metode yang dapat mengantarkan pada tujuan pengajaran dengan hanya meluangkan sedikit waktu dan tenaga. Atau dengan kata lain, dapat diungkapakan sebagai penghematan tenaga dan waktu dengan membawa hasil yang cukup memuaskan, tidak memberatkan guru, tidak menyusahkan murid, dan tidak menimbulkan kejenuhan.
Metode pengajaran dipandang Mahmud Yunus sebagai komponen pendidikan yang sangat penting jika dibandingkan dengan komponen-komponen pendidikan yang lain. Tapi hal itu bukan berarti komponen yang lain tidak perlu atau diremehkan. Setiap komponen-komponen yang ada dalam pendidikan satu sama lainnya sangat terkait dan menunjang.
Menurut Suwito dan Fauzan, Mahmud Yunus mengemukakan metode-metode dalam pengajaran bahasa Arab diantaranya adalah :
1.    Hendaklah mengajar bahasa Arab itu dimulai dengan bercakap-cakap dan membaca. Jika hendak mengajarkan bahsa Arab hendaklah diajarkan murid bercakap-cakap dan membaca lebih dahulu. Percakapan yang mula-mula adalah dari hal dan alat yang biasa di lihat murid-murid.
2.    Hendaklah disertakan nama barang dengan barangnya dan kalimat dengan maknanya, dengan tiada memakai bahasa Indonesia. Yakni jangan diartikan bahasa Arab dengan bahasa Indonesia atau dengan perkataan lain, jangan diajarkan bahasa asing itu dengan memakai terjemahan, kecuali terpaksa.
3.    Hendaklah diajarkan kepada murid-murid kalimat yang mengandung pengertian, bukan kata-kata saja, jika hendak mengajarkan kata-kata baru dalam bahasa Arab, hendaklah dipergunakan dalam kalimat supaya murid-murid memakai kata-kata itu pada tempatnya.
4.    Mengajarkan nahwu shorof pada mulanya tiada dipentingkan, melainkan disambilkan waktu belajar bercakap-cakap dan membaca. Oleh sebab itu, nahwu shorof diajarkan waktu bercakap-cakap dan membaca dengan jalan meniru dan meneladani. Setelah murid pandai bercakap-cakap terangkanlah kaidah nahwu shorof mana yang perlu dan penting.
5.    Untuk pelajaran bahasa Arab hendaklah diadakan latihan dengan lisan dan tulisan supaya murid-murid dapat mengulang pelajarannya.
6.    Hendaklah pelajaran bahasa Arab itu menarik, biasanya mengulang-ulang pelajaran membosankan, tidak menarik bagi murid-murid. Oleh sebab itu, hendaklah mengulangnya dengan berbagai macam metode  dan alat peraga.










      


[1] Hamdani Ihsan dan Fuad Ihsan,  Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2007, h.93
[2] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Ciputat Press, Jakarta, 2002, h. 41
[3] Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009, h. 5
[4] Muh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional,  PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2008, h. 12
[5] Ibid., h. 9
[6] Uyoh Sadulloh, Pedagogik,  Alfabeta, Bandung,  2010, h. 129.
[7] Muhibbinsyah, Psikologi Pendidikan,  Remaja Rosydakarya, Bandung,  2010, h.  222.
[8]Ibid., h. 222
[9] Ibid., h. 233
[10] Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan,  PT Rineka Cipta, Jakarta, 1995, h.  8.
[11].Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, PT Al-Ma’arif, Bandung,  1962, h.  39.
[12]Tohirin,  Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Rajawali Press, Jakarta, 2005, h. 165.
[13] Martinis Yamin, op.cit., h. 39.
[14] Tohirin, op.cit., h.  166.
[15] Sudarwan Danim dan H. Khairil, Psikologi Pendidikan ( Dalam Perspektif Baru, Alfabeta, Bandung, 2010, h. 159.
[16] Edi Suardi, Pedagogik, Angkasa Offset, Bandung, 1979, h. 23
[17] Ibid., h. 24
[18]Ibid., h. 28
[19] Ibid., h. 29
[20] Aspek psikologis yang dimaksud disini adalah psikologi pendidikan, karena menurut penulis, apabila kita berbicara tentang pendidikan, maka kita tidak terlepas dari aspek psikologi pendidikan.
[21] Uyoh Sadulloh., op. cit, h. 2.
[22] Sudarwan Danim, Pedagogi, Andragogi, Dan Heutagogi, Alfabeta, Bandung, 2010, h. 70.
[23] Ibid., h. 2
[24] Sudarwan Danim dan Khairil, Psikologi Pendidikan ( dalam perspektif baru), op. cit, h. 1
[25] Ngalim Puwanto, Psikologi Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2003, h. 1
[26] Muhibbinsyah., op. cit, h. 13
[27] Ibid., h. 142
[28] Ibid., h. 143.
[29] Sudarwan Danim dan H. Khairil, op. cit., h. 157
[30] Hamdani Ihsan dan H.A Fuad Ihsan,Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Setia, Bandung, 2007, h. 105.
[31] Ibid,. h. 105
[32] Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Aulad, terjemahan Saifullah Kamali dan Hery Noer Ali, Asy-syfa’, Bandung, h.  177
[33] Ibid., h. 181
[34] Jalaluddin, Teologi Pendidikan,  Rajawali Pers, Jakarta,  2003, h. 143.
[35] Muhibbinsyah., op. cit,  h.  227.
[36]Ibid., h.  247.
[37]Balnadi Sutadipura, Aneka Problema Keguruan, Penerbit  Angkasa, Bandung, 1983 , h.  45.
[38] Uyoh Sadulloh, op.  cit., h. 135.
[39] UU No 14 tauhun 2005 pasal 10 ayat 1
[40] Ibid., h. 158
[41] Fuad Asy Syalhub, Guruku Muhammad saw, Gema Insani Press, Jakarta, 2006, h. 8
[42] Ibid., h. 38
[43] Abu Bakar Muhammad, Pedoman Pendidikan dan Pengajaran, Usaha Nasional, Surabaya, 1981, h. 30
[44] Ngalim Purwanto, Ibid., h. 143
[45] Ibid., h. 147
[46] Ibid., h. 156.
[47]Ibid., h. 160.
[48] Abudinata, Tokoh-tokoh Pembaharuan Pendidikan  Dalam Islam, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, h.  62.
[49] Ibid., h.  62.

Tidak ada komentar: